Labels

Monday, June 30, 2014

ungodly hour.

Pada saatnya nanti juga akan sampai disana. Asalkan enggan berhenti mencari. Perasaan ingin berubah itu sudah ada sejak dulu dan tetap ada. Tetapi kebaikan yang mereka tawarkan cenderung menawarkan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban. Mungkin karena saya yang berpikir terlalu sederhana. Tapi logika diciptakan bukan untuk berkhianat. Makanya, ketika digunakan dengan benar maka pasti ujungnya kesana. Dan akan tiba saatnya perjalanan itu lebih terpacu. Ketika bertemu mereka yang baik. Bukan karena mereka menuntut untuk jadi baik, tapi perasaan diri yang malu ketika gagal menjadi cukup baik untuk mereka. Dan di akhir, saya akan jadi orang baik yang mengerti. Yang pasti itu lebih baik daripada sekedar baik. 
Kemudian sampai saat itu tiba, tidak ada jalan pintas , hanya bisa terus belajar dan baca.

Monday, June 16, 2014

Pledge, sort of

In this time, when we feel like we are at the edge. And life is handing out lemon for free. too much of it actually. In the weather this harsh, the sky this cloudy. It is hard to use judgement and clear head. It is our most vulnerable of what if and what would have been.

But shall we be constantly reminded? That we caught in so maaaaany storm to get into this one. And those were carved into the back of our head, and scarred our mind. But it is just a tiny little star dust in the past.

Then we shall prevail. Like those who preceeds us. Those who prove time and time again that this can be done. And like we have done before, we will weather the storm. Buckle up. and then dust the debris of ourselves to find out the rainbow overhead.

So defiantly, let we say it from the top of our lungs that this too, like all of the other, shall pass.

Then, excuse us for we have a date with destiny that we must be prepared for.

Monday, June 2, 2014

Korpus Korupsi

Kita gemar mengutuki pidana korupsi. Menurut survey dari sumber yang tidak kredibel tapi saya ga punya waktu lain untuk mencari sumber yang lebih kredibel sebanyak 52,4% dari 8000 responden bahkan mengatakan hukuman mati adalah hukuman yang pantas untuk pidana korupsi. Tingkat kemurkaan kita pada korupsi. Kenapa korupsi? Kenapa bukan tindak kejahatan lain? Entahlah. Mari tidak mempertanyakan motif ketikan gerakannya baik. Dan isu korupsi, pemberantasan korupsi atau bahkan hanya sebatas keterlibatan korupsi dan kemungkinan korupsi menjadi salah satu bahan pertimbangan di masa pemilihan ini.

Tapi terlepas dari itu, korupsi di Indonesia menurut saya sudah lebih dari batas korupsi personal. Korupsi yang terjadi bukan hanya karena ingin dan ada kesempatan. Tetapi karena harus. Ya, korupsi yang terjadi adalah korupsi sistemik. Indeks persepsi korupsi Indonesia, yang kalau disingkat IPK, ouch, adalah peringkat 114 dari 177 negara. (www.transparency.org). Dengan nilai 32 dari seratus. Indeks persepsi korupsi ini adalah angka penilaian terhadap tindak korupsi yang dilakukan oleh sektor publik di suatu negara dinilai dari besar, jumlah kasus, dan dampaknya. Dan Indonesia adalah 30% terbawah. Kalau dikelas yang isinya 40 orang kita peringkat 27-28. Ga akan dapat SNMPTN Undangan. Di negara yang sila pertama landasan idiilnya bunyinya "KETUHANAN YANG MAHA ESA".  Ya begitulah.


Korupsi sendiri menjadi kabur batasannya di kehidupan sehari-hari. Bukan-bukan karena korupsi tidak jelas definisinya. Coba tanyakan pada diri masing-masing apa definisi korupsi? Di UU no 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Korupsi unsur korupsi ada 3 yaitu : 1. menggunakan jabatan. 2. Memperkaya diri atau golongan. 3. merugikan negara. Definisinya cukup jelas. Tapi yang terjadi adalah pemakluman dan pembiaran. 

Dimulai dari hal kecil, pembiaran terhadap korupsi banyak terjadi. Malah mungkin kita yang lakukan. Saya, pribadi, kemudian tanpa sadar juga telah beberapa kali melakukan dan menyaksikan tindak korupsi.

Contoh kecilnya misalkan dulu, ibu saya pernah menjabat sebagai wali kelas di SMA. Pernah, suatu hari sepulang kerja ibu saya membawa buku komik. Yang ketika ditanya dari mana adalah hasil sita dari anak muridnya. Komik itu saya baca dan tidak pernah dikembalikan. Meski sekarang juga sudah lama tidak bisa ditemukan. 

Dari jenis kegiatannya, tiga unsur korupsi sudah dipenuhi. Ibu saya sebagai wali kelas, menambah kekayaannya sebanyak satu jilid komik yang seharusnya menjadi milik institusi negara yaitu sekolah. Tapi ya yang ibu saya lakukan berdasar hukum. Membawa komik memang melanggar aturan sekolah dan menjadi tugas ibu saya sebagai walikelas untuk melakukan penyitaan. Kendalanya adalah tidak pernah ada penampungan untuk barang-barang sitaan di sekolah. Dan tidak pernah ada yang menanyakan kemana semua barang sitaan itu. Tidak ada instrumen kontrol di sekolah. Karena itu ibu saya tanpa sengaja, ya saya sudah pastikan dulu dengan bertanya kenapa dibawa pulang? , tanpa sengaja membawa komik itu kerumah. Sekolah secara tidak langsung membuat sistem yang mengizinkan terjadinya korupsi. 

Sunday, June 1, 2014

It's just me trying not to be scared

Hari ini saya bangun lebih pagi dari biasanya, yang masih akan tetap dianggap kesiangan menurut orang banyak. Jam setengah 10. Itu masih lebih pagi dari jam bangun saya yang biasanya. Engga tau kenapa Hari-hari itu jadi hari-hari termalas. Apa lagi sudah tidak ada lagi kewajiban masuk kelas di semester ini. Hanya tinggal penelitian. Ga tinggal juga sih sebenarnya.

Masih panjang perjalanan. Masih banyak yang perlu dikerjakan. Waktunya tetap terbatas. Dan sepanjang minggu itu saya sia-siakan. Sama sekali ga keluar rumah dari hari selasa. Dirumah pun ga melakukan sesuatu yang konstruktif. Masih nulis sedikit skripsi sana sini sih. Tapi ga bisa dibilang signifikan juga.

Kenapa?

ya lagi males aja. Inilah saya kalau lagi malas. Emang selalu ada masa masa malas di tiap semester yang ga bisa dicegah walau ingin. Dan sekarang relapse lagi. 

Tapi hari itu pun ingin mencoba untuk berhenti malas. Jadi lah hari itu kekampus. Karena janjian sama temen juga. Tapi mau coba maju aja. Biar bisa maju sidang. Selain ada yang harus diurus juga. Kerjaan dari Dosen tapi non-akademis sih. Jadi siang itu kekampus. Setelah jumatan. Abis jumatan juga masih pake gerah dulu.


Jadi ya hampir sore juga akhirnya baru sampai kampus. Baru mau mulai buka laptop disana, colokannya penuh. Penuh sama orang nyolok. Nyolok laptop juga. Jadi sama aja ga bisa dikalahin. Yaudah jadi duduk aja disitu. Ngobrol sama Jawa. Saya sama jawa satu SMP. terus pas SMP ga kenal jadi baru kenalan di kuliahan. Tapi sama sama tau kalo masing-masing alumni smp yang sama. Jadi pas kenalan " eh lo anak 103 ya?" . aneh emang. Jawa yang aneh bukan saya.