Labels

Showing posts with label aforisma. Show all posts
Showing posts with label aforisma. Show all posts

Monday, September 8, 2014

NANANANANANANA BATMAAN!

Ini ceritanya saya sedang di persimpangan karir. Ini ceritanya waktu yang formatif untuk kelanjutan hidup saya kelak. Eh tapi mah kalau persimpangan itu ada belokan dan banyak jalan yang harus diputuskan yang mana yang akan diambil. Hem, kalau gitu ini namanya tersesat di hutan ya. Tapi bukan itu yang mau diceritain sekarang.

Ada yang nasehati kalau karir itu beda sama kerja. Dan sebelum mulai berkarir, harus punya cita-cita dulu. Untuk hal yang fundamental seperti ini, sebelum berangkat harus punya ujungnya biar ga muter-muter ditengah jalan. Dan dinasehati tujuannya jangan dangkal. Bicara soal tujuan, dari mulai bisa mikir, Saya punya satu hal yang kayaknya bisa dijadiin tujuan hidup. Saya pengen menggunakan keahlian saya buat membantu orang sebanyak-banyaknya. Oh engga, engga semulia itu kok. Itu tentunya setelah saya dan keluarga saya kelak hidup berkecukupan. 

Jadilah mulai terpikir bagi saya bahwa tujuan akhirnya bisa jadi orang yang berkekuatan. Presiden mungkin? Heem, kalo jadi presiden ga bisa tidur banyak-banyak. Lagian peluangnya satu banding berapapun populasi Indonesia di 2050 nanti. Semilyar mungkin? Keleus. Apapun yang punya kekuatan dan didengar. Yang bisa merumuskan kebijakan buat bermanfaat bagi orang banyak. Kayaknya asik bikin orang senang karena usaha yang dilakukan. Kalau yang kayak gitu masuk kantor tiap hari pagi-pagi pun kayaknya ikhlas kalau bisa liat hidup orang lebih baik karena pekerjaan yang kita lakukan. Engga, ga semulia itu. Diri sendiri dan keluarga tetap harus berkecukupan dulu. Menteri kayaknya asik. Kerja di dinas propinsi. Legislator? Atau Batman?

Yaa, meski sekarang belum tau perjalanan yang harus ditempuh tapi kira-kira seperti itulah tujuannya. Maafkan lah saya yang absurd ini. Tapi tujuan itu, man. Pengalaman kita baru-baru ini mengajarkan pengorbanan yang orang-orang lakukan untuk sampai tujuan yang sama dengan saya. Orang melakukan pengorbanan yang tinggi untuk dapat punya kekuatan. Mungkin bukan karena ambisi, gimana pun kekuatan dan kekuasaan itu punya apa yang mungkin bisa kita sebut multiplying effect. Jadi dengan effort yang sama, kalau punya kekuatan yang lebih besar manfaatnya pun bakal lebih besar. Mungkin tujuan mereka berebut kekuasaan itu mulia. Gatau mulianya kayak saya (diri sendiri dan keluarga dulu, tapi tulus mau bantu yang lain kok) apa ngga. Tapi pengorbanannya itu.

Kita lihat pribadi-pribadi percontohan itu berbohong, mengelak, menjilat ludah sendiri, menyalahgunakan hak, mencuri hak orang lain. Kita lihat pribadi-pribadi percontohan itu, menurut saya, mengkompromikan hal-hal yang mereka bela selama ini demi dapat kesempatan untuk membela dengan lebih sengit hal-hal tersebut. Maaf kalau salah nangkep tapi sampai sekarang nangkepnya begitu. Tujuannya mulia, berangkat dari keinginan yang mulia. Tapi dengan lewat jalan yang begitu gelap dan berkabut, apa seseorang bisa sampai disana? Apa kebaikan bisa dicapai dengan jalan yang kurang baik.

Mengingat kalau pribadi-pribadi percontohan yang menempuh jalan itu rasanya berarti mungkin memang tidak ada jalan lain untuk sampai ke tujuan itu. Kalau begitu adanya, masihkah jalan itu pantas untuk ditempuh. 

Gatau pasti juga, mungkin memang jalan seperti itulah yang ditawarkan sistem propinsi dan negara ini sekarang. Kalau ga mau ikutan ya gabakal menang. kalau gamau mencontoh mereka yang punya kekuasaan ya gabakal punya kekuasaan. Mungkin sebenarnya bisa sih diperbaiki. Tapi man, mau memperbaiki sistem itu pun pasti jalan yang menyakitkan dan lama. Apa kabar kebercukupannya saya dan keluarga saya woy. Bisa-bisa malah nanti terseret dan ikut jadi bagian dari sistem. Hih amit amit. 

Atau mungkin jalan yang bisa ditempuh selanjutnya adalah melakukan hal-hal baik tanpa ikut didalam sistem. Jadi vigilante gitu. Tapi tanpa kekuatan yang bisa dilakukan ga banyak. Kecuali batman.

Oke. Mungkin daripada jadi menteri lebih baik jadi batman.

KN
0109
080914
















Sunday, July 27, 2014

SMS hari lebaran yang panjang.

Mari coba bayangkan bahwa kita adalah sekelompok orang yang cinta alam yang memiliki cita-cita terbesar untuk melihat kawah gunung rinjani yang elok dengan mata kepala kita sendiri. Apa daya kita adalah mahasiswa-mahasiswa sibuk yang tidak punya waktu dan tidak punya uang.

Bertahun-tahun kita puaskan cita-cita kita dengan hanya mendengar cerita-cerita orang yang pernah sampai di bukit kita, di surga kita. Tentang agungnya goa-goa yang disembunyikannya. Dan indahnya danau Segara Anak yang menghampar. Kita dengar cerita perjalanan mereka. Mereka yang berkisah indahnya berangkat dengan kereta untuk selanjutnya menyebrang dengan kapal feri. Mereka yang lain yang bercerita kemudahan untuk menggunakan pesawat terbang. Tapi pengalaman bukan cerita. dan Perjalanan sifatnya pribadi. Memercayai keindahan gunung rinjani, mengimaninya, tidak bisa dilakukan dengan mendengar cerita orang lain saja. 

Sedapatnya kita membaca cerita perjalanan dan mendengar kisah tentang keindahannya ataupun mencari gambarnya di internet, itu tidak akan pernah menjadi cukup untuk menjadi citraan di belakang kepala kita. Membaca, mendengar dan membandingkan tidak pernah cukup. Kita, sampai kapanpun, tidak akan pernah dapat melihat gunung jika kita tidak pernah berangkat naik gunung.

Maka kemudian malam ini marilah kita menyusun rencana perjalanan kita. Tentang jalan yang akan kita tempuh. Transportasi yang kita ambil. Apakah jalan darat atau jalan udara. Melalui rute senaru ataupun sembalun. Mungkin sepanjang perjalanan kita akan diliputi rasa cemas dan ragu, tentang rute yang kita ambil. Mungkin sepanjang pendakian kita akan ditusuk rasa dingin dan gigitan serangga. Dan kemudian apabila pada akhirnya kita ternyata tidak sampai disana, kita sudah melangkahkan kaki dari luar kamar-kamar kita. Kita dapat menuliskan cerita perjalanan kita sendiri. Dan kita sudah jadi lebih dekat dengan gunung rinjani, dibanding kita yang membanding-banding dan mematut-matut rute di keamanan temaram lampu kamar melalui buku-buku yang kita baca. 

Karena percaya dan patuh, hanya bisa terjadi setelah mendengar. Dan mendengar baru bisa dilakukan setelah membaca. Dan membaca, yang kita lakukan selama ini bukanlah membaca, membaca dimulai dari langkah-langkah bayi yang kita akan ambil. Langkah-langkah yang memang kecil, tapi membawa kita beberapa langkah bayi lebih dekat
menuju gunung rinjani.
maaf lama pergi.

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1435 H

Khairu Nuzula
1 Syawal 1435H
28 Juli 2014
0013

Monday, June 16, 2014

Pledge, sort of

In this time, when we feel like we are at the edge. And life is handing out lemon for free. too much of it actually. In the weather this harsh, the sky this cloudy. It is hard to use judgement and clear head. It is our most vulnerable of what if and what would have been.

But shall we be constantly reminded? That we caught in so maaaaany storm to get into this one. And those were carved into the back of our head, and scarred our mind. But it is just a tiny little star dust in the past.

Then we shall prevail. Like those who preceeds us. Those who prove time and time again that this can be done. And like we have done before, we will weather the storm. Buckle up. and then dust the debris of ourselves to find out the rainbow overhead.

So defiantly, let we say it from the top of our lungs that this too, like all of the other, shall pass.

Then, excuse us for we have a date with destiny that we must be prepared for.

Monday, April 7, 2014

Catatan Penutup Hari

Jangan pura-pura ga punya pilihan. Kenapa harus pura-pura? Biar ga merasa bersalah karena mengabaikan pilihan yang lain yang sifatnya baik, bermanfaat, dan bermartabat. Benarkah tidak ada lagi yang bisa dilakukan selain berlutut dan merentangkan tangan kemudian minta diangkat Tuhan? Atau ada satu hal sulit yang bisa jadi jalan keluar tapi terlalu berat untuk dilaksanakan. Lalu lagi, bermain korban memang menyenangkan. Tapi menguras empati.

Mungkin kurang makan, mungkin juga kesalnya sungguh-sungguh. Bukan kesal karena harus melakukan macam-macam. Tapi kesal karena tidak merasa tergerak harus melakukan yang macam-macam. yang kayak gini kan seharusnya semua orang butuh. semua orang bisa. Masa depan sendiri kok. tapi perasaan butuhnya ga pernah datang. kesalnya bukan jadinya harus melakukan yang ga diinginkan. tapi kenapa ga ingin yang sama kayak orang-orang. Padahal kalau ingin semuanya mudah. Punya semuanya buat bikin itu semua mudah kok. Tapi saat ini cuma ingin cookie run dan dota. 

Ah sama ingin ketemu raisa. Jelas.

Udah ga pantas ya kayak gini? emang yang kayak gini ga pernah pantas kok. Gimana mau dianggep serius. 

Friday, February 7, 2014

Api Unggun



Haruskah ditinggal pergi jika akhirnya sendiri. Tahun-tahun menali rasa itu pun meninggalkan rahasia. Ada yang bilang, cukup malam ini kita jangan sembunyi. tapi yang begitu itu buat apa dibagi.

Sebenarnya aku masih harap kita bisa ketemu lagi, sekarang atau kapan-kapan pun boleh jadi. Tapi jikalau itu jadi malam terakhir kita sama-sama duduk menghampar sampai kapanpun aku tetap senang. Karena pengalaman itu sifatnya pribadi.

Kabut menyelimuti luar dan dalam villa.

Friday, December 13, 2013

Jalan Jalan itu Menyenangkan

Sayangnya sudah menjadi gaya hidup yang berat, bahwa menuntut itu pantang. jadilah harapan ini tertahan di kerongkongan. (seandainya ada cara lain untuk bilang). Jadilah ketika menelan ludah harapan itu terbawa, dengan gerakan peristaltik menuju gastrovaskuler. tetapi berakhir di paru-paru, mengonsumsi ruang yang harusnya buat udara. pantas saja akhir-akhir ini gampang ngos-ngosan (jadi ini rasanya merokok). sudahlah disamarkan saja harapan-harapan tadi. 
tapi Jangan-jangan tanpa sadar jantungku mendetakkan narasi harapan tadi. aku jadi tidak enak kalau dia dengar harapanku dan menganggapnya beban. untungnya bising macet menelan suara ambien.

Tapi macet kan hening.

kita hidup di garis waktu dengan tak hingga kemungkinan. tapi dimensi dimana aku berakhir sama kamu yang pastiny menyenangkan itu kok getas dan jarang. seperti rempeyek udang.

Wednesday, September 11, 2013

Apa yang terjadi ketika mengambil belokan yang salah di satu persimpangan

Aku tau sekarang hari sudah malam. Tapi jika benar hidup penuh dengan hal-hal mengagumkan, ambil kesempatan ini untuk memesonaku. Karena jika ada saatnya orang butuh distraksi, tak ada waktu yang lebih tepat selain sekarang.

 Masygul luar biasa. Atau hanya lapar. Jika setelah indomie nanti tak lekas hilang perkara ini. Letakkan wadah berisi perhatian dan pengertian di depan pintu kamarku besok pagi. Dan jika itu yang jadi situasinya, mari kita telaah lagi kemungkinan untuk pergi.

12 September 2013

0109

Thursday, September 5, 2013

Allegory of ..... Something (Perhaps Tyrant)

A post at least. Pardon for the hiatus. Been Busy Holiday-ing. Now this should be good.

Coba sekarang bayangkan sesuatu duniawi yang anda sukai. Sesuatu yang penting menurut anda, tapi anda tahu tidak boleh dipaksakan menjadi penting bagi orang lain tapi anda tahu orang lain juga ga boleh maksa anda untuk menyukai itu. Hal yang anda rela keluarkan uang lebih untuk mendapatkannya. Anda membayangkan apa yang saya bayangkan? Ganja? Jangan dulu. Belum legal. Saya membayangkan cakwe. Sama? Bagus!

Sunday, July 21, 2013

Pindahan dari Notes FB #2

Aforisma, 12 September 2012
1.
Sampai sekarang aku masih keheranan ketika memikirkan alasan aku dan kamu tak lagi hadap-hadapan. Sementara aku dan kamu telah membagi banyak cerita. Cerita memang tak lebih kuat daripada alasan. Aku dan kamu sekarang berpunggung-punggungan sambil berbagi pengabaian.

Pun saat aku dan kamu berpunggung-punggungan itu aku mencari cermin.  Untuk membesarkan hatiku karena ketika punggungmu yang ada dipantulan bayangan cermin aku masih bisa senyum karena kita diruangan yang sama.

Pindahan dari Notes FB #1

Aforisma tanggal 26 februari 2013. 

You can’t replace things with others
Everything is special
The least you can do is to cope