Labels

Monday, September 8, 2014

Anak kecil yang berteman dengan api

Syahdan, di sebuah desa terdapat anak kecil yang berteman dengan api. Kemanapun anak kecil itu pergi hampir pasti si api mengikuti. Dari bangku sekolah, hingga lapang sepakbola. Sejak fajar naik hingga terbenam di cakrawala.

Bagi anak kecil, api menyediakan kehangatan dan ketentraman. Bagi api anak kecil menawarkan persahabatan dan pertemanan. Hari-hari dihabiskan dengan gembira. Kadang suka kadang duka, tapi selalu banyak cerita.

Suatu hari mereka sedang duduk duduk imut di tepi danau sambil menengadah membilang bintang. Api dan anak kecil duduk berdampingan, seperti biasa. Api menawarkan kehangatan, anak kecil memberi persahabatan. 

Ingatkah kamu pertama kali kita bertemu? - adalah pertanyaan si api. Anak kecil tentunya ingat. Anak kecil belum dibebankan banyak kenangan sehingga tidak lama baginya untuk menggali lobus otaknya menemukan momen yang dimaksud. 

Saat itu musim panas, sehingga ayah ibunya yang adalah pedagang berlayar jauh ke negeri seberang meninggalkan anak kecil sendiri di desanya. Anak kecil tidak terima tapi dapat mengerti, itu bagaimanapun demi aku juga adalah mantra yang diulangnya untuk mengusir rasa sakitnya saat melihat temannya dijemput di taman bermain oleh ayah atau bundanya. Kemudian agar tidak melihat teman-temannya yang dijemput itu ia memilih bermain sendiri di tepian hutan. Cukup dalam supaya tidak perlu dilihat siapapun kalau ia main sendiri tapi tidak cukup dalam untuk tersesat. Sambil memungut jangkrik ia mendapati cahaya temaram dari balik pohon. Jingga seperti senja. Rasa penasarannya mengajaknya untuk melangkah lebih dekat. Dan si api berada disana. Duduk sendiri di tengah rimba. Dahulu tidaklah secemerlang kini. Ada sesuatu di anak kecil yang menyalakan api. Kini ia lebih bersemangat dengan lidahnya yang menjilat-jilat dan bara-bara kecil yang terus memercik dari badannya. Tapi dulu ia adalah api redup. Anak kecil belum pernah melihat api. Paling tidak api yang seperti itu. Hangatnya tidak menyengat seperti matahari. Tapi nyaman. Ia mendekatkan tangannya ke arah jilatan api itu. Hangat yang menjalar mengingatkannya pada pagi dimana ia pergi kesekolah dengan baju yang baru disetrika ibunya. Lagipula kehangatan itu terasa tulus. Maka ia bawa api itu kerumahnya yang kosong. Ia letakkan di sudut istimewa di kamarnya. Lebih dekat padanya daripada mainan-mainan yang ia paling sayang.

Bersambung dulu deh. Ada Kegiatan lain :D

KN
1157
090914

No comments:

Post a Comment