Hatta, sepanjang musim itu anak kecil dan apinya main dengan bahagia. Tapi adanya hidup, bahagia jarang berkelaluan. Bulan berlalu hingga orangtua anak kecil pulang. Mereka kaget bukan main karena mendapati ada api dirumah mereka. Cemas mereka beralasan karena api bukanlah layak untuk ada dalam rumah. Nanti kau, dan rumah mu serta ayah ibu terbakar nak - Pernah mereka mengingatkan. Namun anak kecil yang telah tumbuh terbiasa dengan apinya tidak menggubris. Akhirnya, Orangtua anak kecil pun abai. Karena untuk orangtua, tidak ada harga yang tidak bisa dibayar jika anaknya dapat senang.
Pada satu purnama, api dan anak kembali bersisian di tepian danau. Langit malam yang reduh hanya makin menekankan cahaya dari api. Di lingkungan gelap itu api hanya memiliki bulan sebagai saingannya untuk menyediakan cahaya. Bulan pun seolah tahu diri dan membiarkan api menjadi pemilik malam itu. "Orangtuamu ingin aku pergi?" tanya api, " Aku tidak ingin pergi". Anak kecil membesarkan hati api, " aku tidak akan membiarkanmu pergi".
Tetapi dengan berlalunya hari, api tumbuh semakin besar. Nyalanya semakin terang dan panasnya semakin menyengat. Arang dan abu terserak di jalan yang dilaluinya. Sementara lidahnya menjilat-jilat membakar benda-benda yang dekat. Suatu hari anak kecil dimarahi gurunya karena pergi kesekolah tanpa membawa buku pr. Bukan karena belum selesai tapi karena buku prnya hangus. Anak kecil terpaksa mengeluarkan benda-benda yang mudah terbakar keluar kamar. Ia pun harus tidur bertelanjang dada di malam hari karena kamarnya jadi gerah.
Suatu hari sepulang sekolah tidak didapati api dikamar. Anak kecil dengan sedih menghabiskan sore hingga akhirnya didapati api yang sedang menimbang untuk pergi. Rupanya dalam hati, api merasa keberadaannya menimbulkan kesulitan bagi anak kecil. Tapi anak kecil tetap tidak peduli dan dengan sayang membawa api pulang. " Jangan pergi , " pinta anak kecil pada malam itu. " Aku pun tidak ingin pergi ". Dan semalam lagi, mereka tidur. Hanya berdua di kamar yang kosong.
Anak kecil terbangun dikarenakan suara riuh dan gemuruh serta histeria diluar kamar. Ketika ia beranjak dari dipan dia menyadari bahwa seluruh rumahnya terbakar. Nadi kayu di dinding berderit akibat terpanggang. Orangtuanya berteriak memanggil nama anak kecil. Mereka tergesa-gesa menuju pintu. Mereka sudah sampai di pintu luar ketika anak kecil sadar bahwa api tidak ikut berada di luar. Anak kecil memberontak dari pegangan orangtuanya dan berlari kembali menuju rumah yang menyala. Ia menuju ke kamarnya dengan tujuan menemukan api. Didapatinya api, di pojok kamar, sedang menangis. Sambil memegang tangan anak kecil, api berkata lirih " jangan pergi, " dan mereka berdua pun hilang selamanya dibalik nyala rumah yang enggan padam.
KN
2258
180914
No comments:
Post a Comment