Ada yang nasehati kalau karir itu beda sama kerja. Dan sebelum mulai berkarir, harus punya cita-cita dulu. Untuk hal yang fundamental seperti ini, sebelum berangkat harus punya ujungnya biar ga muter-muter ditengah jalan. Dan dinasehati tujuannya jangan dangkal. Bicara soal tujuan, dari mulai bisa mikir, Saya punya satu hal yang kayaknya bisa dijadiin tujuan hidup. Saya pengen menggunakan keahlian saya buat membantu orang sebanyak-banyaknya. Oh engga, engga semulia itu kok. Itu tentunya setelah saya dan keluarga saya kelak hidup berkecukupan.
Jadilah mulai terpikir bagi saya bahwa tujuan akhirnya bisa jadi orang yang berkekuatan. Presiden mungkin? Heem, kalo jadi presiden ga bisa tidur banyak-banyak. Lagian peluangnya satu banding berapapun populasi Indonesia di 2050 nanti. Semilyar mungkin? Keleus. Apapun yang punya kekuatan dan didengar. Yang bisa merumuskan kebijakan buat bermanfaat bagi orang banyak. Kayaknya asik bikin orang senang karena usaha yang dilakukan. Kalau yang kayak gitu masuk kantor tiap hari pagi-pagi pun kayaknya ikhlas kalau bisa liat hidup orang lebih baik karena pekerjaan yang kita lakukan. Engga, ga semulia itu. Diri sendiri dan keluarga tetap harus berkecukupan dulu. Menteri kayaknya asik. Kerja di dinas propinsi. Legislator? Atau Batman?
Yaa, meski sekarang belum tau perjalanan yang harus ditempuh tapi kira-kira seperti itulah tujuannya. Maafkan lah saya yang absurd ini. Tapi tujuan itu, man. Pengalaman kita baru-baru ini mengajarkan pengorbanan yang orang-orang lakukan untuk sampai tujuan yang sama dengan saya. Orang melakukan pengorbanan yang tinggi untuk dapat punya kekuatan. Mungkin bukan karena ambisi, gimana pun kekuatan dan kekuasaan itu punya apa yang mungkin bisa kita sebut multiplying effect. Jadi dengan effort yang sama, kalau punya kekuatan yang lebih besar manfaatnya pun bakal lebih besar. Mungkin tujuan mereka berebut kekuasaan itu mulia. Gatau mulianya kayak saya (diri sendiri dan keluarga dulu, tapi tulus mau bantu yang lain kok) apa ngga. Tapi pengorbanannya itu.
Kita lihat pribadi-pribadi percontohan itu berbohong, mengelak, menjilat ludah sendiri, menyalahgunakan hak, mencuri hak orang lain. Kita lihat pribadi-pribadi percontohan itu, menurut saya, mengkompromikan hal-hal yang mereka bela selama ini demi dapat kesempatan untuk membela dengan lebih sengit hal-hal tersebut. Maaf kalau salah nangkep tapi sampai sekarang nangkepnya begitu. Tujuannya mulia, berangkat dari keinginan yang mulia. Tapi dengan lewat jalan yang begitu gelap dan berkabut, apa seseorang bisa sampai disana? Apa kebaikan bisa dicapai dengan jalan yang kurang baik.
Mengingat kalau pribadi-pribadi percontohan yang menempuh jalan itu rasanya berarti mungkin memang tidak ada jalan lain untuk sampai ke tujuan itu. Kalau begitu adanya, masihkah jalan itu pantas untuk ditempuh.
Gatau pasti juga, mungkin memang jalan seperti itulah yang ditawarkan sistem propinsi dan negara ini sekarang. Kalau ga mau ikutan ya gabakal menang. kalau gamau mencontoh mereka yang punya kekuasaan ya gabakal punya kekuasaan. Mungkin sebenarnya bisa sih diperbaiki. Tapi man, mau memperbaiki sistem itu pun pasti jalan yang menyakitkan dan lama. Apa kabar kebercukupannya saya dan keluarga saya woy. Bisa-bisa malah nanti terseret dan ikut jadi bagian dari sistem. Hih amit amit.
Atau mungkin jalan yang bisa ditempuh selanjutnya adalah melakukan hal-hal baik tanpa ikut didalam sistem. Jadi vigilante gitu. Tapi tanpa kekuatan yang bisa dilakukan ga banyak. Kecuali batman.
Oke. Mungkin daripada jadi menteri lebih baik jadi batman.
KN
0109
080914
No comments:
Post a Comment