so here i am, settling nicely to this city of Malang. Jadi ini adalah hari kedua saya di malang. niatnya sih nulis harian, tapi apa daya koneksi susah banget disini. jadi beli perdana lagi deh cuma buat ngenet. abis kalo ga ada internet ga bisa ngerjain laporan.
ceritanya, saya kerja praktek di kota malang. di pabrik gula Rajawali unit krebet baru II. itu ga di kotanya sih, di pinggiran banget gitu. 1 jam gitulah dari pusat kota kalo naik angkot.
sudah berkeliling-keliling kota dan daerah pabrik. sudah meluk mbing (teman kape, kapan-kapan diceritain) sudah bertemu pembimbing, sudah mulai menyusun laporan. sudah wisata kuliner. sudah kangen orang rumah. tapi cerita hari ini bukan tentang itu. Saya mau cerita betapa serunyaperjalanan perjuangan untuk sampai kota ini.
sudah berkeliling-keliling kota dan daerah pabrik. sudah meluk mbing (teman kape, kapan-kapan diceritain) sudah bertemu pembimbing, sudah mulai menyusun laporan. sudah wisata kuliner. sudah kangen orang rumah. tapi cerita hari ini bukan tentang itu. Saya mau cerita betapa serunya
mungkin dari tulisan-tulisan berikutnya akan ketahuan kalau saya adalah anak yang biasa manja. well, bukan manja yang guling-guling ditanah kalo ga dikasih naik odong-odong. but, i think life always give me a break. Jadi kerja praktek yang memang sudah merupakan hal yang besar menurut saya, diperbesar lagi oleh orangtua saya yang menganggap saya terlalu terbiasa dengan hal yang mudah.
Jadilah dengan niat sekunder untuk jalan-jalan, mereka melegitimasi untuk ikut mengantar. karena ayah gamau nyetir, dan ga mungkin sampe malang saya nyetir sendirian, jadilah ajak satu orang paman, yang kemudian mengajak satu orang paman lainnya. Yang berangkat satu, yang nganter 4. Istimewa.
Dimulai dari packing, mama sudah mulai memperbesar hal. dari mulai nyuruh bawa hal-hal yang bikin repot, sampe pokoknya jadi mama sendiri yang repot. Hal pertama yang terasa adalah ribet. kesel karena diribetin. Meski ribetnya buat saya-saya juga sih. Tapi yang terasa adalah harusnya ga seribet itu. Harusnya saya aja yang ribet.
Diperjalanan, secara teknis yang ditempuh adalah pulau Jawa, dari ujung ke ujung. Kalau ditotal, perjalanan makan waktu hampir 40 jam, berangkat hari sabtu Sore. sampai di Malang Senin Pagi.. Selama perjalanan itu, saya cuma nyetir ga lebih dari 8 jam. Ketika ditawarkan untuk gantian, si paman ini menolak padahal pasti capek.. Yang kerasa adalah harusnya ga secapek itu. Harusnya saya aja yang capek.
bahkan, sabtu malam, ketika memutushkan akhirnya untuk menginap, kebetulan lewat rumah nenek saya yang dari mama di Ciamis. Ketika pada minggu pagi ingin berangkat, Nenek juga meminta untuk ingin ikut. Padahal kan jarak Ciamis - Malang itu jauh. Banget. Ya kerasa lagi perasaan harusnya ga serepot itu.
Untuk perjalanan berangkat aja, paling nggak ada 5 orang yang harusnya ga repot jadi ikut repot. belom lagi ada temen baik saya, namanya Mila. (mungkin ntar diceritain banyak) yang ikutan rame di twitter. bahkan ngewatsapp nyariin jalan, jangan lewat sini dan sebagainya.
Tapi ketika dipikir-pikir, mungkin hal itu tidak terlalu besar buat saya. maybe i can cope just fine. But maybe it is a bigger deal for them. They are not aware of what i am capable of. So, maybe i should let them to help, not because i needed it but they were the one who needed it.
Mungkin seperti ini, waktu liburan kemarin saya, bersama renat, faris, dan fakri. tiga orang teman dari Departemen Teknik Kimia, mengantarkan nenek dari Jakarta kerumah Nenek di Ciamis sekalian liburan. Disana, meskipun saya sudah merasa itu adalah rumah sendiri, Nenek memperlakukan kami dengan perlakuan tamu. Misalnya dengan membuatkan kopi saat kami pertama kali sampai. Menyiapkan sarapan sampai ruang tamu dan lain lain. Yaa, bikin risih memang. Maksudnya, faris, renat, fakri bukan orang yang sepenting itu sampai nenek harus repot-repot. Ketika diceritakan ke mama, mama bilang kalau Nenek merasa sangat berterimakasih sudah diantarkan pulang kerumahnya, dan bagaimanapun ingin melayani tamu cucunya, saya, sebaik mungkin. Untuk meninggalkan kesan sebagus mungkin. Nenek yang butuh melakukan itu semua, meski kami ga terlalu butuh.
Dan ketika kemarin beberapa hari sebelum berangkat KP, ketika teman-teman seangkatan berziarah ke makam teman kami Nur Fidini dan kemudian bersilahturahmi kekeluarganya. Sengaja, Dimas, yang mengkoordinir teman-teman ga bilang sebelumnya ke keluarga almarhumah untuk datang biar ga merepotkan dan ga nyiapin apa-apa. Nyatanya, sampai disana tetep dipesenin makan. Delivery. Saat pulang, teman saya lainnya, Cabe (nanti pasti bakal diceritakan lebih banyak haha) nanya ke saya soal itu. Katanya, ngapain dateng kalo malah jadi makin ngerepotin. Ya sama kayak perasaan saya di 3 alinea sebelum ini. Dan kemungkinan itulah yang saya utarakan. Bahwa mamanya Dini merasa sangat berterimakasih kita masih bisa menjaga silahturahmi, dan merasa perlu untuk meninggalkan kesan baik. Untuk melakukan sesuatu ke orang-orang yang telah melakukan sesuatu ke pada dirinya. Well, that is just some amazing trait of mankind, isn't it?
Jadi, mungkinkah membiarkan orang melakukan hal baik kepada kita juga merupakan hal yang baik? Terkadang menerima bisa jadi pemberian yang paling orang butuhkan?
No comments:
Post a Comment