Labels

Sunday, July 14, 2013

Kerja Praktek Week : 2 Day : 14

Bad news never have a good timing. but this timing couldn't be worse.

Sampai malam, jumat itu adalah hari-hari yang biasa. Dan betapa jahat keadaan bisa berubah. Drastis dan sekejap.  Dan keadaan yang jahat adalah ketika mau pulang. Harus Pulang. Tapi ga bisa pulang. Keadaan ga mengizinkan. Dan merupakan tamparan ketika saya sadar betapa lemahnya saya dihadapan keadaan. Berbagai pilihan dicari hasilnya sama, saya ga mungkin bisa di Jakarta Sabtu dan kembali ke Malang Senin tanpa ketauan orangtua. Keadaan yang jahat, prasangka juga jahat. Pesan berdatangan dengan isi yang sama " we expect you to be there. You really should be there". As if saya dengan sengaja memilih untuk ga disana malam ini. Kenyataan bahwa dia menolak untuk dihubungi juga meyakinkan saya bahwa saya memang seharusnya ada disana . Bahwasanya tidak ada milik saya yang tidak akan saya tukar untuk bisa ada disitu saat juga. Dan semua ketidakberdayaan itu membuat saya merasa tidak berharga. 


Dalam keputusan-keputusan yang diambil sebelumnya saya sering mendengar kata tidak dari nurani, yang saya abaikan dengan sederhana, dan kemudian saya sesalkan setelahnya. Dan entah "tidak" ada pilihan yang menjadi kesimpulan saat itu akan menjadi "tidak" berusaha terlalu keras nantinya yang akan menjadi tumpukan hal-hal yang saya harap bisa saya ubah di masa depan. Dalam pencarian dari kata entah itu, sebagai usaha dalam meyakinkan diri sendiri, saya mencari keamanan dari orang lain. Entah berapa orang yang saya hubungi untuk meyakinkan bahwa keputusan saat itu benar, atau meyakinkan keputusan itu tidak benar.

Malam itu penuh. ketidakpastian dan perasaan bersalah. Tidak ada peluang untuk tidur.

Dalam usaha pencarian keamanan itu, saya bertemu dengan teman-teman saya yang sedang kerja praktek di Jawa Timur. Bersama seorang teman, saya melihat sebuah kamera CCTV dengan tulisan " Perhatian! area ini diawasi oleh CCTV". Teman saya itu bilang, bahwa alat keamanan bukan lah pengawasan dari kamera cctv. senjata utama keamanan adalah tulisan tersebut. Entah siapa yang mengawasi dibalik CCTV tersebut. Bahkan entah ada yang mengawasi atau tidak. Alasan yang sama dengan kenapa bodyguards atau bouncers itu selalu pakai baju hitam dengan imej macho mannya.  

Dan saya sadar,  bahwa usaha pencarian keamanan itu saya mencari keamanan yang nyata. Bukan keamanan yang berdasarkan harapan-harapan palsu dan janji-janji kosong. Bukan keamanan yang didasarkan penyerahan oleh rasa takut. Dan sekarang saya menolak pengamanan seperti itu. Saya menolak gagasan keamanan dalam pengumuman dibawah CCTV tersebut. Karena toh entah ada atau tidak ada yang mengawasi.

Mungkin saya berlebihan. Mungkin saya terlalu banyak khawatir. Mungkin benar usul teman saya yang lain untuk duduk sejenak dan menyerahkan apa yang tidak menjadi daya kita kepada apa yang lebih berdaya. Mungkin saya benar. Mungkin saya lebih tau rasanya relate ke orang lain dengan penuh dan utuh dibanding teman saya itu. Mungkin saya masih berada dalam batas kewajaran ketika tidak pernah dan tidak bisa membayangkan berada disituasi yang sama dengan orang yang dipedulikan dengan sangat sehingga yang diinginkan hanya ada disana dan membantu bernegosiasi dengan kenyataan. Mungkin juga alasan sebenarnya dia ga menghubungi adalah karena memang dia ga butuh, saya yang butuh. 

Yang saya tau pasti, minggu ini saya belajar, bahwa alasan saya peduli, alasan saya merasa tidak aman, adalah bukan karena kebiasaan, keakraban atau tanggung jawab. Alasan yang saya punya adalah alasan yang lebih dari cukup untuk menantang apa yang perlu ditantang.

Dan bonusnya, saya berhasil membuat semua, atau paling tidak tulisan ini tentang saya ketika harusnya bukan. Dan itu makin bikin saya merasa ga berharga.





No comments:

Post a Comment