Sudah lama sekali tidak berbagi
cerita lewat tulisan di media ini. Saya sibuk nampaknya. Baiklah, biar yang
saya ceritakan bisa jadi cerita, makanya sekarang saya mau cerita sesuatu. Agak
ga penting sih, tapi emang cerita saya pernah penting?
Iya, saya tidak suka dengan para fundies, theological-fundies. Menurut saya mereka adalah orang-orang bigot,
one-track minded, yang perilakunya kayak pupil kalo kata Wendel Holmes. Makin
disenterin makin kontraksi. Tau pupil kan yah. Abis kalo denger kontraksi
bayanginnya perut doang sih. Dasar ai kamu teh.
Ga tau sejak kapan tidak sukanya,
tapi dengan cara saya mendeskripsikan mereka, kayaknya saya udah jadi bigot juga
sih. Makanya abis baca-baca ini, baca-baca blog mereka yah, biar berimbang. Soalnya
saya ga nulis buat tvone, jadi ga harus berimbang. Eh tv one juga ga berimbang
ya. *Namedropping mulu, dasar ga tau malu.
Yang sabar, tulisan saya memang
banyak retorika. Tapi substansinya, beugh, ga ada.
Iyaa, gitu, sebel deh. Padahal saya
ga anti-theis juga koo. Iyalah, anak pak haji. Kalo anti-theis udah dirukyat
sampe item item lehernya. Lah? Itu mah bekam kali. David bekam. Maksudnya saya
juga suka baca-baca quran ama terjemahannya, baca buku-buku kajian keagamaan,
dan ga satu agama doang, dan ga pernah selesai. Saya juga seneng-seneng aja ko,
toh dengan beragama ujungnya kan baik. yang solat , yang misa belajar on time
dan komitmen. Yang zakat bisa mengurangi beban orang yang dizakati. Yang puasa
mulutnya bau. Tapi gimanapun ya, berhubungan dengan tuhan kan sifatnya pribadi.
Maksudnya jikalah percaya kalau tuhan itu lebih dekat dari urat leher, berarti
itu hubungan kan personal banget. Ya jadi don’t shove your beliefs aja sih
pengennya. Ya kayak orang namu aja. nyuguhin teh kan Cuma sampe ditaro dimeja,
ga dicekokin ke mulut, heheh. Iya, waktu dulu aja saya dibilang suka Public
Display Affection, kesel deh. lah kalo nyurung-nyurung ke orang soal hubungan yang
harusnya personal mah bukan PDA lagi. Itumah ibaratnya ngajak threesome. Ga
nyambung emang. Gapapa biar keliatan panjang aja.
Udah pada kesel ya baca ini? Nakal
banget sih ru! Gapapa nakal bilang. Daripada bilangnya engga tapi nakal. It is
even worse. Screw them.
Iya, itu kira-kira summary
pikiran saya pas lagi di perjalanan bareng-bareng keluarga, karena sambil
nyopir jadi pikirannya kemana-mana.
Ceritanya sih Liburan ngajaknya,
ternyata kondangan.
Kirain rame banyak sepupu,
orangtua semua.
Kirain ngajak seneng,
ternyata ngajak jadi sopir doang.
Iya, terus bokap yang suka ngasih
kuliah subuh, tapi jam 7 malem, bilang punya cerita. Gara-garanya bokap cerita
itu gara-gara pas lagi tersesat dan nanya jalan ke orang, dikira orang yang
ditanya itu cuek. Karena abis ditanya dia malah buang muka. Eh ternyata dia
lagi nyari batu buat gambar denah di tanah. Itu ga penting. Seperti bagian lain
dari tulisan ini. Jadi ini cerita bokap:
Ada ibu-ibu di pesawat.
Disampingnya duduk lah seorang bapak-bapak yang sudah rada tua. Di sandaran
lengan pesawat si ibu, atau ya ga jelas juga lengan siapa kan di pesawat gitu
kebayang lah ya, ada sebungkus biskuit yang utuh belum di buka. Karena lapar,
si ibu-ibu membuka bekalnya. Ditawarkannya lah bapak-bapak disampingnya sebagai
bentuk basa-basi. Bukannya mengangguk dan tersenyum seperti biasa jawaban
basa-basi, si bapak ngambil biskuitnya. Si ibu lanjut makan biskuit, si bapak
pun juga. berlanjut terus sampai biskuitnya tinggal satu. Si ibu pun bingung. Ga
sopan amat ini bapak-bapak. Ditawarin kok tangannya latah. Bapaknya
penampilannya rada lusuh memang. Ah paling naik pesawat juga lotre, aduh baru
sekarang kecium baunya lagi, ini kenapa bisa naik pesawat ya, mau kemana emang
dia? Itu adalah pikiran pikirannya si ibu. Biskuit udah tinggal satu. INI PUNYA
GUE! Pikir si ibu. Cita berbuah asa, senyap, kemudian jemari dua insan
bertautan di atas bungkus PET kemasan biskuit. Mereka menikah.
Engga bukan gitu endingnya. Akhirnya
si bapak ngambil itu biskuit, terus dipotek bagi dua. Silahkan deh bu, kata si
bapak sambil nyengir. Kesel, si ibu pun akhirnya pundung sampai pesawat
mendarat. Setelah di bagian baggage claim, si ibu pun ingin mengambil sesuatu
di tasnya. Tangannya bertemu dengan sesuatu yang hangat dan akrab. Lah ini
biskuit gue!
Udah. Bokap saya Cuma cerita
sampai situ. Ga ada pesan moral. Ga ada closing statement. Bahkan ga ada cue
kalo kami seisi mobil harus ketawa karena itu sebenarnya jokes. Strukturnya sih
sudah berset-up dan berpunchline kayak joke. Tapi ga ada penjelasan tambahan. Ga
ada epilog.
Jadi apakah si bapak dekil? Apakah
si bapak bau? Apa si bapak kayak orang susah? Atau deskripsi si bapak itu
adalah karena perspektif si ibu saja? Si ibu sudah menjadi seorang bigot. Bokap
memberikan cerita dengan sebuah tafsir yang pas sekali dengan pikiran saya saat
itu. Atau saya ngepas-ngepasin aja biar ada bahan tulisan di blog. Gapapa,
dimaknai aja yang ada ya ga usah tau benerannya gimana. *lah
We are all bigot to some extend. Nampaknya.
Setidaknya itu yang saya lihat. Kalau anggota komunitas, ngomongin anggota
komunitas lain. Kalo temen lagi ngomongin mantan. Kalo anak-anak bukan lembaga
ngomongin anak lembaga mahasiswa *SUBTLE NAME DROPPING ALERT. Kadang kadang proses berpikir seorang bigot
terlibat tanpa sadar.
“ Ih liat deh dia, sok-sokan
nanya mulu di kelas, padahal ngerti juga ngga. Bikin kita lama keluar kelas
aja. tuh liat deh, mana nyatetnya pake pulpen lagi. Padahal paling pulpen pilot
beli di kopma. Gaya-gayaan banget deh. Kemaren juga gue liat dia pipis di
toilet, berdiri coba. Nyama-nyamain gue aja” atau “ ah elah MU, culun dia
medioker. Ngandelin satu pemain doang paling. Fans mu sih fans karbit doang ga
kenal sejarahnya. Menang juga dibela wasit terus” adalah contoh deskripsi hasil
proses berpikir yang terkontaminasi pola pikir seorang bigot. Yah, kalau sudah
kesel sama orang atau suatu hal memang mudah mencari cela. Bahkan di sesuatu
yang memang bukan cela sekalipun. Mungkin itu bukan cela tapi itu celana. Dan
setiap orang pasti pernah berpikir kayak gitu, meski kemudian disusul dengan
pikiran beristighfar dan ayat kursi serta al-baqarah sisanya. atau parahnya
malah dinikmati dan dijadikan sebuah kredo permanen “i hate you”.
Dan percayalah, kalimat berikut
ini saya buat bukan untuk para fundies, bukan untuk beberapa orang, ini adalah
untuk sesuatu yang sangat personal, ini untuk saya, kamu, dan semua yang memiliki
sesuatu yang bisa dipercaya. Dan percayalah bigot adalah manifestasi
ketidakpercayaan atas sesuatu yang dipercaya. Bigot adalah sebuah usaha untuk
meyakinkan diri sendiri bahwa apa yang tidak kita percayai itu jelek. Karena tanpa
memiliki rasa benci pada pemikiran yang lain, akan muncul sebuah keingintahuan
yang bermuara pada pembelajaran, dan pembelajaran dapat membuktikan bahwa apa
yang kita yakini selama ini meragukan. Dalam kata yang lebih singkat, bigot
adalah mekanisme pertahanan diri dari orang-orang lemah yang tidak yakin dengan
kualitas pribadinya. Jangan bigot sama mantan karena kamu takut sadar kamu yang
salah ya *BECANDA YANG SERIUS ALERT.pokoknya jangan bigot.
Asik. Keren juga kan meski udah
lama ga nulis. Masih bisa nulis ngaco kayak gini. Lega rasanya kalau habis
nulis itu. Abis kalo ngomong jarang ada yang dengerin sih. *GALAU ALERT . kalo
nulis kan bisa baca sendiri, terus kontra argumen sendiri. Terus ngobrol
sendiri akhirnya kayak orang bego. Gapapa bego yang penting ga bigot.
Udah deh, udah 40 menit aja nih
nulis ginian. Mau lanjut belajar buat skripsi lagi. Asik. Meski liburan
tuntutan dosbing tetep jalan. Dosbing saya apaan sih. Masayaaa.....
Huuft, istighfar, ayat kursi,
al-baqarah. Dan gajadi bigot.
Omong omong pengen deh punya
judul skripsi yang indah dan persuasif. Tapi skripsi sekarang udah ada bakunya
dan entah siapa yang menyetujui itu jadi baku, pikiran lain yang beda jadi
tertolak. Padahal kayak skripsi s-1 dan skripsi sarjana mudanya soe hok gie kan
“ Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan” sama “ Dibawah Lentera Merah”. Kuat dan
komunikatif. Padahal pengen saya punya judul seperti itu, tapi pasti tidak
disetujui dosbing. Karena ada yang sudah baku. Coba bandingkan buku dengan
judul “ Studi Kelayakan Perancangan Pabrik Kitosan Berbahan Limbah Kulit Udang
dengan Analisis Teknologi dan Keekonomian” sama “ Pelita Dari Pesisir :
Analisis Potensi Limbah Kulit Udang” . Akan lebih menarik mana? Tapi sarjana
kan biar lulus bukan biar menarik. Ah sudahlah, toh standar baku mempermudah
proses kreatif kita.
Khairu Nuzula
29122013
0101
No comments:
Post a Comment