Sebagai salah seorang pengguna, saya mengerti betul apa arti dari menuangkan maksud dalam kata-kata. Bukan saja kata menjadi perantara agar orang lain mengerti apa yang ada didalam pikiran. Berkata-kata dengan baik dapat mengabadikan momen dan emosi. Misalnya saja ketika kita sedang dilanda kemarahan lalu kita tuangkan dalam bentuk kata. Waktu berselang, ketika tidak marah lagi kita mengerti seperti apa dan seberapa kita marah saat itu. Kata-kata adalah kapsul ingatan. Selain itu, tentunya kata sebagai apa yang dikatakan Aristoteles sebagai katarsis, Purgatory of emotion - penyucian perasaan. Maka dari itu saya senang sekali membaca-baca dan mendengar-dengar kata kata dari orang lain. Dengan mendapatkan sedikit tumpahan dari perasaan mereka saya merasa lebih mampu mengenal mereka.
Waktu kecil, barangkali berusia 4 atau 5 tahun, saya ingat saya sering menggumam kata-kata asing yang tidak memiliki arti. Barangkali ada yang melakukan hal yang sama? Entah apa tujuan saya saat itu, saya sering mengucapkan kumpulan huruf yang tidak beraturan. Susah menjelaskannya, tapi barangkali seperti meracau dalam bahasa asing. Mungkin karena kosakata saya yang terbatas untuk merangkainya menjadi sebuah kata yang berstruktur jadi yang keluar cuma bunyi-bunyi aneh tanpa arti. Baru-baru ini seiring dengan kebiasaan saya berkata-kata saya menyadari bahwa dibalik kata bukan cuma ada unsur semantik. Tapi ada unsur bunyi. Setiap suku kata memiki bunyi yang khusus - fonem. Dan merangkai kata dengan memperhatikan keteraturan maksud sambil mendapatkan bunyi yang sesuai dengan perasaan yang kita maksud itu juga memiliki kesenangan tersendiri. Sehingga bukan hanya melalui arti kata saja maksud kita sampaikan tapi juga melalui nuansa bunyi. " Mendengar ombak berdesir " adalah ketika kita sedang khidmat menikmati suasana pantaisementara " Menyimak deburan ombak" terasa lebih tegas dan penuh ambisi. Mungkin hal itu juga yang mengesankan perbedaan antara bahasa Jerman yang tegas, bahasa Prancis yang Flamboyan atau bahasa Cina yang gesit.