Transfer
Window....
Ketika
para gila bola mulai berpikir bisa menjalani hidup dengan normal setelah 10
bulan masa satu musim kompetisi selesai, mereka tidak pernah lebih salah. “
Kalian ga bisa semudah itu lolos,” seringai dari The Beautiful Games. Umumnya
dibuka sepanjang musim panas yaitu Juli hingga Agustus, begitu peluit terakhir
kompetisi ditiup dan setelah pulih dari hangover setelah mabuk berat merayakan
trofi baru yang diraih, atau mabuk untuk melupakan kegagalan mendapatkan trofi
baru untuk diraih seluruh laki-laki di muka bumi mulai berkeringat dan gemetar
cemas menunggu nasib dealing dari tim mereka.
It’s like christmas in footballing
sense, they once said. Except it was happened a summer long. Two-months long.
It’s more like a Ramadhan Month in footbaling sense. Bulan pelatihan. Bulan mengumpulkan amal. Satu bulan
dimana akan menetukan bagaimana satu manusia atau dalam hal ini satu klub
berharap dapat menjadi lebih baik untuk satu tahun kedepan. Dan kalau
beruntung, mendapatkan satu signing yang merubah sejarah mereka menjadi lebih
baik untuk selamanya. The lailatul Qadr.
While, Ramadhan would end in a
celebration called Eid Mubarak, Transfer Window has it own celebration. Transfer Deadline Day. Jangan harap
tidur di hari ini. Traffic media
sosial membludak. Gosip Bertebaran bagai anai anai. Gosip soal pemain anu yang
muncul di training ground klub mana. Jim
White dished out the opor and ketupat of juicy deals happened in deadline day.
Siapa
yang lupa, drama dibalik unveiling That
Certain Fernando Torres, yang buru-buru naik helikopter ke Cobham
Facilities. Atau lebih jauh lagi Pernyataan Ashley Cole yang hampir kecelakaan
ketika mendengar tawaran gaji dari Chelsea dan Gallas yang mengancam akan
mencetak gol kegawang sendiri jika tidak dijual. Lebih jauh lagi ada Rooney dan
Makelele yang Cuma saya dengar ceritanya karena waktu itu masih kecil.
Yang
membuat seluruh hal mengenai window ini menarik adalah betapa setiap kejadian
memiliki implikasi. Contoh kecil kepindahan Gallas tadi. Atau misalkan, Mungkin
saja Transaksi terbesar bursa ini, Gareth Bale, tidak akan terjadi kalau saja
AS Roma ga hilang akal dan melakukan pembelian GERVINHO. Gooners harus
berterimakasih pada Winger Arsenal yang gagal memesona di EPL ini karena
memulai efek domino besar yang berujung pada pindahnya Ozil.
Pindahnya
Gervinho membuat Lamela jadi surplus yang bisa dilepas yang dibeli Spurs
membuat Spurs siap untuk move on dari Bale. Walau Ozil masih bisa terima
bermain sebagai caedangan satu orang, Isco, Dua orang terlalu banyak untuk
Bakat kelas Dunia macam Ozil dan di Tahun Piala Dunia, Ozil memutuskan untuk
mencari waktu bermain. Tukar tambah Gervinho dan 36 Juta € untuk Ozil adalah
transaksi yang cerdas. Levy takut akan hal ini, makanya dia menunda kepergian
Bale dengan berbagai alasan hingga deadline day, sehingga Arsenal tak sempat
menyelesaikan kepindahan Ozil. Rumor lain bahkan mengatakan bagian dari
transaksi Bale adalah tak ada kepindahan pemain Madrid ke Arsenal yang
sepanjang musim panas dikaitkan dengan di Maria dan Benzema.
Implikasi
macam ini juga terjadi pada berbagai transaksi sepanjang Deadline Day. Petinggi
Chelsea juga tentunya tidak mengharapkan dengan meminjamkan Lukaku ke Everton
menyebabkan Fellaini pindah ke MU. Kepindahan Lukaku menyebabkan Anichebe bisa
dilepas dengan harga yang cukup untuk mendanai transfer McCarthy, pengganti
Fellaini. Andai Lukaku dipinjamkan ke tim lain, MU akan mengakhiri bursa
transfer dengan tangan hampa.
Tentunya
Spurs jelas tak ingin membantu Arsenal mendapatkan apa yang menurut saya Nomer
10 Terbaik di Dunia. Dan Chelsea juga mengharapkan lini tengah MU tetap
membusuk dengan macam cleverley dan Carrick. Tapi meski kadang kita bisa
menjaga perbuatan kita, implikasinya ga pernah kita tahu.
Ada
seorang ahli matematika yang namanya Edward Norton Lorentz. Beliau adalah
pencetus Chaos Theory yang diberi
terminologi Butterfly Effect. Kepakan
sayap kupu-kupu dapat menyebabkan masuk angin, angin topan di benua lain. Perbuatan
sekecil apapun, jika dalam dimensi lain tidak dilakukan. Akan menghasilkan dua
kondisi lain yang jauh berbeda.
Football, for me at least, is an
allegory of life. Maket kehidupan,
yang seperti maket lainnya bertujuan untuk memberi gambaran yang bisa diamati
secara komprehensif untuk dapat lebih dipahami. I am not kind of person that fancy 22 men kicking a pulp of rubber for
no concrete reason i guess.
Kita
senantiasa dihadapkan pilihan. Banyak pilihan yang ditentukan setelah malam-malam
risau yang tidak dikunjungi mimpi. Pilihan yang diambil setelah jam-jam perkelahian batin di shower. Pilihan-pilihan dengan konsekuensi besar
sehingga butuh konseling dari berbagai pihak sebelum akhirnya kita yakin untuk
mengambilnya. Atau pilihan-pilihan remeh yang diambil tanpa atau sedikit
pertimbangan. Yang sejatinya punya impikasi besar. Pilihan-pilihan yang
nampaknya bersifat pribadi dengan implikasi yang mungkn ternyata bisa jadi
mendunia. You are that Important, Jack.
Pilihan
untuk divaksin atau tidak divaksin bisa jadi adalah pilihan dari orangtuan
bayi. Tapi bayangkan dengan tidak divaksin, dan anaknya terpapar penyakit
menular dan akhirnya menular ke anak-anak yang belum memasuki umur vaksin.
Jadi
apa artinya kita, saya, harus berhenti mengambil keputusan sehingga tidak perlu
menanggung konsekuensinya? Membiarkan siapapun, orangtua, istri, pacar, teman
yang mengambilkan keputusan untuk kita sehingga kalau ada impikasi yang tidak
diinginkan kita punya tempat untuk menempatkan dakwaan pribadi?
Pilihan
itu baik. Pilihan itu menyenangkan. Sampai konsekuensinya datang. But shall we not deciding anymore anyhow by
now? I guess not. I hope so though. That
must be something good out of those anyway. Golput is Haram now anyway.
11,20
4 September 2013
11,20
4 September 2013
BOLAVITA Agent dengan 1 user ID untuk semua permainan
ReplyDeleteMari join segera bersama kami GRATIS
Info hub
WA:0812 1495 2061