Sebagai salah seorang pengguna, saya mengerti betul apa arti dari menuangkan maksud dalam kata-kata. Bukan saja kata menjadi perantara agar orang lain mengerti apa yang ada didalam pikiran. Berkata-kata dengan baik dapat mengabadikan momen dan emosi. Misalnya saja ketika kita sedang dilanda kemarahan lalu kita tuangkan dalam bentuk kata. Waktu berselang, ketika tidak marah lagi kita mengerti seperti apa dan seberapa kita marah saat itu. Kata-kata adalah kapsul ingatan. Selain itu, tentunya kata sebagai apa yang dikatakan Aristoteles sebagai katarsis, Purgatory of emotion - penyucian perasaan.Maka dari itu saya senang sekali membaca-baca dan mendengar-dengar kata kata dari orang lain. Dengan mendapatkan sedikit tumpahan dari perasaan mereka saya merasa lebih mampu mengenal mereka.
Waktu kecil, barangkali berusia 4 atau 5 tahun, saya ingat saya sering menggumam kata-kata asing yang tidak memiliki arti. Barangkali ada yang melakukan hal yang sama? Entah apa tujuan saya saat itu, saya sering mengucapkan kumpulan huruf yang tidak beraturan. Susah menjelaskannya, tapi barangkali seperti meracau dalam bahasa asing. Mungkin karena kosakata saya yang terbatas untuk merangkainya menjadi sebuah kata yang berstruktur jadi yang keluar cuma bunyi-bunyi aneh tanpa arti. Baru-baru ini seiring dengan kebiasaan saya berkata-kata saya menyadari bahwa dibalik kata bukan cuma ada unsur semantik. Tapi ada unsur bunyi. Setiap suku kata memiki bunyi yang khusus - fonem. Dan merangkai kata dengan memperhatikan keteraturan maksud sambil mendapatkan bunyi yang sesuai dengan perasaan yang kita maksud itu juga memiliki kesenangan tersendiri. Sehingga bukan hanya melalui arti kata saja maksud kita sampaikan tapi juga melalui nuansa bunyi. " Mendengar ombak berdesir " adalah ketika kita sedang khidmat menikmati suasana pantaisementara " Menyimak deburan ombak" terasa lebih tegas dan penuh ambisi. Mungkin hal itu juga yang mengesankan perbedaan antara bahasa Jerman yang tegas, bahasa Prancis yang Flamboyan atau bahasa Cina yang gesit.
For all the door that i knock
But yet be the keenest of walk
But it is not what that be taken or gave
The push i need just to be brave
For the ship that built only in the head
on a high tide then it will be tested
And for the plan laid out mile per mile
Every steps we'll take to make it worthwhile
And then we walk
We walk from east to west
while complete each other sight
And let we be the one to know best
And battle each other fights
We walk from west to east
To push planet earth against its axis
And longer be, we together
soak up and brave the weather
Walk with me when the light bends
Walk with me through rainfall
walk with me until the end, and then we walk further more
Sorry
I apologize for giving so much that it cannot be returned. But for giving much less than enough because else it would suffocate and bleed me to death. But maybe a lesson learnt that little is more than none.
Thank You
Thank you for the wound that remind me to be more careful. For the lesson learnt and for the mark that burnt. And to tell what i really want and how to act and how to think.
Please
Please Stay. Stay like this so i have something to blame when things go awry. Stay, so i know for whom i shall focus my hate on. And i can be hate-free to others. Then be a kind person that they all deserve.
The ligh will never go out but the hatchet is buried. May we all have a good life and then i cannot careless.
Hatta, sepanjang musim itu anak kecil dan apinya main dengan bahagia. Tapi adanya hidup, bahagia jarang berkelaluan. Bulan berlalu hingga orangtua anak kecil pulang. Mereka kaget bukan main karena mendapati ada api dirumah mereka. Cemas mereka beralasan karena api bukanlah layak untuk ada dalam rumah. Nanti kau, dan rumah mu serta ayah ibu terbakar nak - Pernah mereka mengingatkan. Namun anak kecil yang telah tumbuh terbiasa dengan apinya tidak menggubris. Akhirnya, Orangtua anak kecil pun abai. Karena untuk orangtua, tidak ada harga yang tidak bisa dibayar jika anaknya dapat senang.
Pada satu purnama, api dan anak kembali bersisian di tepian danau. Langit malam yang reduh hanya makin menekankan cahaya dari api. Di lingkungan gelap itu api hanya memiliki bulan sebagai saingannya untuk menyediakan cahaya. Bulan pun seolah tahu diri dan membiarkan api menjadi pemilik malam itu. "Orangtuamu ingin aku pergi?" tanya api, " Aku tidak ingin pergi". Anak kecil membesarkan hati api, " aku tidak akan membiarkanmu pergi".
Tetapi dengan berlalunya hari, api tumbuh semakin besar. Nyalanya semakin terang dan panasnya semakin menyengat. Arang dan abu terserak di jalan yang dilaluinya. Sementara lidahnya menjilat-jilat membakar benda-benda yang dekat. Suatu hari anak kecil dimarahi gurunya karena pergi kesekolah tanpa membawa buku pr. Bukan karena belum selesai tapi karena buku prnya hangus. Anak kecil terpaksa mengeluarkan benda-benda yang mudah terbakar keluar kamar. Ia pun harus tidur bertelanjang dada di malam hari karena kamarnya jadi gerah.
Suatu hari sepulang sekolah tidak didapati api dikamar. Anak kecil dengan sedih menghabiskan sore hingga akhirnya didapati api yang sedang menimbang untuk pergi. Rupanya dalam hati, api merasa keberadaannya menimbulkan kesulitan bagi anak kecil. Tapi anak kecil tetap tidak peduli dan dengan sayang membawa api pulang. " Jangan pergi , " pinta anak kecil pada malam itu. " Aku pun tidak ingin pergi ". Dan semalam lagi, mereka tidur. Hanya berdua di kamar yang kosong.
Anak kecil terbangun dikarenakan suara riuh dan gemuruh serta histeria diluar kamar. Ketika ia beranjak dari dipan dia menyadari bahwa seluruh rumahnya terbakar. Nadi kayu di dinding berderit akibat terpanggang. Orangtuanya berteriak memanggil nama anak kecil. Mereka tergesa-gesa menuju pintu. Mereka sudah sampai di pintu luar ketika anak kecil sadar bahwa api tidak ikut berada di luar. Anak kecil memberontak dari pegangan orangtuanya dan berlari kembali menuju rumah yang menyala. Ia menuju ke kamarnya dengan tujuan menemukan api. Didapatinya api, di pojok kamar, sedang menangis. Sambil memegang tangan anak kecil, api berkata lirih " jangan pergi, " dan mereka berdua pun hilang selamanya dibalik nyala rumah yang enggan padam.
Syahdan, di sebuah desa terdapat anak kecil yang berteman dengan api. Kemanapun anak kecil itu pergi hampir pasti si api mengikuti. Dari bangku sekolah, hingga lapang sepakbola. Sejak fajar naik hingga terbenam di cakrawala.
Bagi anak kecil, api menyediakan kehangatan dan ketentraman. Bagi api anak kecil menawarkan persahabatan dan pertemanan. Hari-hari dihabiskan dengan gembira. Kadang suka kadang duka, tapi selalu banyak cerita.
Suatu hari mereka sedang duduk duduk imut di tepi danau sambil menengadah membilang bintang. Api dan anak kecil duduk berdampingan, seperti biasa. Api menawarkan kehangatan, anak kecil memberi persahabatan.
Ingatkah kamu pertama kali kita bertemu? - adalah pertanyaan si api. Anak kecil tentunya ingat. Anak kecil belum dibebankan banyak kenangan sehingga tidak lama baginya untuk menggali lobus otaknya menemukan momen yang dimaksud.
Saat itu musim panas, sehingga ayah ibunya yang adalah pedagang berlayar jauh ke negeri seberang meninggalkan anak kecil sendiri di desanya. Anak kecil tidak terima tapi dapat mengerti, itu bagaimanapun demi aku juga adalah mantra yang diulangnya untuk mengusir rasa sakitnya saat melihat temannya dijemput di taman bermain oleh ayah atau bundanya. Kemudian agar tidak melihat teman-temannya yang dijemput itu ia memilih bermain sendiri di tepian hutan. Cukup dalam supaya tidak perlu dilihat siapapun kalau ia main sendiri tapi tidak cukup dalam untuk tersesat. Sambil memungut jangkrik ia mendapati cahaya temaram dari balik pohon. Jingga seperti senja. Rasa penasarannya mengajaknya untuk melangkah lebih dekat. Dan si api berada disana. Duduk sendiri di tengah rimba. Dahulu tidaklah secemerlang kini. Ada sesuatu di anak kecil yang menyalakan api. Kini ia lebih bersemangat dengan lidahnya yang menjilat-jilat dan bara-bara kecil yang terus memercik dari badannya. Tapi dulu ia adalah api redup. Anak kecil belum pernah melihat api. Paling tidak api yang seperti itu. Hangatnya tidak menyengat seperti matahari. Tapi nyaman. Ia mendekatkan tangannya ke arah jilatan api itu. Hangat yang menjalar mengingatkannya pada pagi dimana ia pergi kesekolah dengan baju yang baru disetrika ibunya. Lagipula kehangatan itu terasa tulus. Maka ia bawa api itu kerumahnya yang kosong. Ia letakkan di sudut istimewa di kamarnya. Lebih dekat padanya daripada mainan-mainan yang ia paling sayang.
Ini ceritanya saya sedang di persimpangan karir. Ini ceritanya waktu yang formatif untuk kelanjutan hidup saya kelak. Eh tapi mah kalau persimpangan itu ada belokan dan banyak jalan yang harus diputuskan yang mana yang akan diambil. Hem, kalau gitu ini namanya tersesat di hutan ya. Tapi bukan itu yang mau diceritain sekarang.
Ada yang nasehati kalau karir itu beda sama kerja. Dan sebelum mulai berkarir, harus punya cita-cita dulu. Untuk hal yang fundamental seperti ini, sebelum berangkat harus punya ujungnya biar ga muter-muter ditengah jalan. Dan dinasehati tujuannya jangan dangkal. Bicara soal tujuan, dari mulai bisa mikir, Saya punya satu hal yang kayaknya bisa dijadiin tujuan hidup. Saya pengen menggunakan keahlian saya buat membantu orang sebanyak-banyaknya. Oh engga, engga semulia itu kok. Itu tentunya setelah saya dan keluarga saya kelak hidup berkecukupan.
Jadilah mulai terpikir bagi saya bahwa tujuan akhirnya bisa jadi orang yang berkekuatan. Presiden mungkin? Heem, kalo jadi presiden ga bisa tidur banyak-banyak. Lagian peluangnya satu banding berapapun populasi Indonesia di 2050 nanti. Semilyar mungkin? Keleus. Apapun yang punya kekuatan dan didengar. Yang bisa merumuskan kebijakan buat bermanfaat bagi orang banyak. Kayaknya asik bikin orang senang karena usaha yang dilakukan. Kalau yang kayak gitu masuk kantor tiap hari pagi-pagi pun kayaknya ikhlas kalau bisa liat hidup orang lebih baik karena pekerjaan yang kita lakukan. Engga, ga semulia itu. Diri sendiri dan keluarga tetap harus berkecukupan dulu. Menteri kayaknya asik. Kerja di dinas propinsi. Legislator? Atau Batman?
Yaa, meski sekarang belum tau perjalanan yang harus ditempuh tapi kira-kira seperti itulah tujuannya. Maafkan lah saya yang absurd ini. Tapi tujuan itu, man. Pengalaman kita baru-baru ini mengajarkan pengorbanan yang orang-orang lakukan untuk sampai tujuan yang sama dengan saya. Orang melakukan pengorbanan yang tinggi untuk dapat punya kekuatan. Mungkin bukan karena ambisi, gimana pun kekuatan dan kekuasaan itu punya apa yang mungkin bisa kita sebut multiplying effect. Jadi dengan effort yang sama, kalau punya kekuatan yang lebih besar manfaatnya pun bakal lebih besar. Mungkin tujuan mereka berebut kekuasaan itu mulia. Gatau mulianya kayak saya (diri sendiri dan keluarga dulu, tapi tulus mau bantu yang lain kok) apa ngga. Tapi pengorbanannya itu.
Kita lihat pribadi-pribadi percontohan itu berbohong, mengelak, menjilat ludah sendiri, menyalahgunakan hak, mencuri hak orang lain. Kita lihat pribadi-pribadi percontohan itu, menurut saya, mengkompromikan hal-hal yang mereka bela selama ini demi dapat kesempatan untuk membela dengan lebih sengit hal-hal tersebut. Maaf kalau salah nangkep tapi sampai sekarang nangkepnya begitu. Tujuannya mulia, berangkat dari keinginan yang mulia. Tapi dengan lewat jalan yang begitu gelap dan berkabut, apa seseorang bisa sampai disana? Apa kebaikan bisa dicapai dengan jalan yang kurang baik.
Mengingat kalau pribadi-pribadi percontohan yang menempuh jalan itu rasanya berarti mungkin memang tidak ada jalan lain untuk sampai ke tujuan itu. Kalau begitu adanya, masihkah jalan itu pantas untuk ditempuh.
Gatau pasti juga, mungkin memang jalan seperti itulah yang ditawarkan sistem propinsi dan negara ini sekarang. Kalau ga mau ikutan ya gabakal menang. kalau gamau mencontoh mereka yang punya kekuasaan ya gabakal punya kekuasaan. Mungkin sebenarnya bisa sih diperbaiki. Tapi man, mau memperbaiki sistem itu pun pasti jalan yang menyakitkan dan lama. Apa kabar kebercukupannya saya dan keluarga saya woy. Bisa-bisa malah nanti terseret dan ikut jadi bagian dari sistem. Hih amit amit.
Atau mungkin jalan yang bisa ditempuh selanjutnya adalah melakukan hal-hal baik tanpa ikut didalam sistem. Jadi vigilante gitu. Tapi tanpa kekuatan yang bisa dilakukan ga banyak. Kecuali batman.
Oke. Mungkin daripada jadi menteri lebih baik jadi batman.
There are some differences between beautiful memories and precious memories.
You know you recall a beautiful memories when you remember vaguely and still gives you giggle and smile as the sensation of its funny, crazy, loving, caring, passionate, sad, delightful, scary, moments called upon you when you need it the most.
While precious memories is scarred in the back of your mind. The way you recall it is not by daydreaming as a desperate act of comfort-seeking. You live your precious memories by the way it changes your way to act, words you speak, decision you make.
Beautiful memories helps you cling on to life. Precious memories helps you pass through it.
Those was who we were, this is who we are, and that thing you imagine is what we will be. We will always be a bunch of memories. Precious memories.
Tentang mengemudi adalah. Ada hal-hal tentang waktu yang
tidak bisa ditukar. Sebesar apa juga bakat kita untuk mengemudi. Seberapa pun
latihan dan teori yang kita terima sebelum mulai berkendara.
Tetap, pada kilometer-kilometer pertama untuk mendahului
sebuah angkot di jalan satu arah, kita menghitung jarak dengan angkot didepan,
kecepatan laju kendaraan kita dan sisa ruang dengan mobil dari arah berlawanan.
Semua terjadi dalam tahap-tahap yang mendebarkan dan terkadang menyakitkan. Juga
ketika mengubah gigi. Dengan mata menatap penunjuk kecepatan dan putaran mesin
serta telinga mencoba mendengar deru mobil barulah otak mengambil keputusan
untuk menaikan atau menurunkan gigi sesuai dengan data yang diproses, yang
kadang butuh waktu.
Mari coba bayangkan bahwa kita adalah sekelompok orang yang cinta alam yang memiliki cita-cita terbesar untuk melihat kawah gunung rinjani yang elok dengan mata kepala kita sendiri. Apa daya kita adalah mahasiswa-mahasiswa sibuk yang tidak punya waktu dan tidak punya uang.
Bertahun-tahun kita puaskan cita-cita kita dengan hanya mendengar cerita-cerita orang yang pernah sampai di bukit kita, di surga kita. Tentang agungnya goa-goa yang disembunyikannya. Dan indahnya danau Segara Anak yang menghampar. Kita dengar cerita perjalanan mereka. Mereka yang berkisah indahnya berangkat dengan kereta untuk selanjutnya menyebrang dengan kapal feri. Mereka yang lain yang bercerita kemudahan untuk menggunakan pesawat terbang. Tapi pengalaman bukan cerita. dan Perjalanan sifatnya pribadi. Memercayai keindahan gunung rinjani, mengimaninya, tidak bisa dilakukan dengan mendengar cerita orang lain saja.
Sedapatnya kita membaca cerita perjalanan dan mendengar kisah tentang keindahannya ataupun mencari gambarnya di internet, itu tidak akan pernah menjadi cukup untuk menjadi citraan di belakang kepala kita. Membaca, mendengar dan membandingkan tidak pernah cukup. Kita, sampai kapanpun, tidak akan pernah dapat melihat gunung jika kita tidak pernah berangkat naik gunung.
Maka kemudian malam ini marilah kita menyusun rencana perjalanan kita. Tentang jalan yang akan kita tempuh. Transportasi yang kita ambil. Apakah jalan darat atau jalan udara. Melalui rute senaru ataupun sembalun. Mungkin sepanjang perjalanan kita akan diliputi rasa cemas dan ragu, tentang rute yang kita ambil. Mungkin sepanjang pendakian kita akan ditusuk rasa dingin dan gigitan serangga. Dan kemudian apabila pada akhirnya kita ternyata tidak sampai disana, kita sudah melangkahkan kaki dari luar kamar-kamar kita. Kita dapat menuliskan cerita perjalanan kita sendiri. Dan kita sudah jadi lebih dekat dengan gunung rinjani, dibanding kita yang membanding-banding dan mematut-matut rute di keamanan temaram lampu kamar melalui buku-buku yang kita baca.
Karena percaya dan patuh, hanya bisa terjadi setelah mendengar. Dan mendengar baru bisa dilakukan setelah membaca. Dan membaca, yang kita lakukan selama ini bukanlah membaca, membaca dimulai dari langkah-langkah bayi yang kita akan ambil. Langkah-langkah yang memang kecil, tapi membawa kita beberapa langkah bayi lebih dekat
Pada saatnya nanti juga akan sampai disana. Asalkan enggan berhenti mencari. Perasaan ingin berubah itu sudah ada sejak dulu dan tetap ada. Tetapi kebaikan yang mereka tawarkan cenderung menawarkan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban. Mungkin karena saya yang berpikir terlalu sederhana. Tapi logika diciptakan bukan untuk berkhianat. Makanya, ketika digunakan dengan benar maka pasti ujungnya kesana. Dan akan tiba saatnya perjalanan itu lebih terpacu. Ketika bertemu mereka yang baik. Bukan karena mereka menuntut untuk jadi baik, tapi perasaan diri yang malu ketika gagal menjadi cukup baik untuk mereka. Dan di akhir, saya akan jadi orang baik yang mengerti. Yang pasti itu lebih baik daripada sekedar baik.
Kemudian sampai saat itu tiba, tidak ada jalan pintas , hanya bisa terus belajar dan baca.
In this time, when we feel like we are at the edge. And life is handing out lemon for free. too much of it actually. In the weather this harsh, the sky this cloudy. It is hard to use judgement and clear head. It is our most vulnerable of what if and what would have been.
But shall we be constantly reminded? That we caught in so maaaaany storm to get into this one. And those were carved into the back of our head, and scarred our mind. But it is just a tiny little star dust in the past.
Then we shall prevail. Like those who preceeds us. Those who prove time and time again that this can be done. And like we have done before, we will weather the storm. Buckle up. and then dust the debris of ourselves to find out the rainbow overhead.
So defiantly, let we say it from the top of our lungs that this too, like all of the other, shall pass.
Then, excuse us for we have a date with destiny that we must be prepared for.
Kita gemar mengutuki pidana korupsi. Menurut survey dari sumber yang tidak kredibel tapi saya ga punya waktu lain untuk mencari sumber yang lebih kredibel sebanyak 52,4% dari 8000 responden bahkan mengatakan hukuman mati adalah hukuman yang pantas untuk pidana korupsi. Tingkat kemurkaan kita pada korupsi. Kenapa korupsi? Kenapa bukan tindak kejahatan lain? Entahlah. Mari tidak mempertanyakan motif ketikan gerakannya baik. Dan isu korupsi, pemberantasan korupsi atau bahkan hanya sebatas keterlibatan korupsi dan kemungkinan korupsi menjadi salah satu bahan pertimbangan di masa pemilihan ini.
Tapi terlepas dari itu, korupsi di Indonesia menurut saya sudah lebih dari batas korupsi personal. Korupsi yang terjadi bukan hanya karena ingin dan ada kesempatan. Tetapi karena harus. Ya, korupsi yang terjadi adalah korupsi sistemik. Indeks persepsi korupsi Indonesia, yang kalau disingkat IPK, ouch, adalah peringkat 114 dari 177 negara. (www.transparency.org). Dengan nilai 32 dari seratus. Indeks persepsi korupsi ini adalah angka penilaian terhadap tindak korupsi yang dilakukan oleh sektor publik di suatu negara dinilai dari besar, jumlah kasus, dan dampaknya. Dan Indonesia adalah 30% terbawah. Kalau dikelas yang isinya 40 orang kita peringkat 27-28. Ga akan dapat SNMPTN Undangan. Di negara yang sila pertama landasan idiilnya bunyinya "KETUHANAN YANG MAHA ESA". Ya begitulah.
Korupsi sendiri menjadi kabur batasannya di kehidupan sehari-hari. Bukan-bukan karena korupsi tidak jelas definisinya. Coba tanyakan pada diri masing-masing apa definisi korupsi? Di UU no 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Korupsi unsur korupsi ada 3 yaitu : 1. menggunakan jabatan. 2. Memperkaya diri atau golongan. 3. merugikan negara. Definisinya cukup jelas. Tapi yang terjadi adalah pemakluman dan pembiaran.
Dimulai dari hal kecil, pembiaran terhadap korupsi banyak terjadi. Malah mungkin kita yang lakukan. Saya, pribadi, kemudian tanpa sadar juga telah beberapa kali melakukan dan menyaksikan tindak korupsi.
Contoh kecilnya misalkan dulu, ibu saya pernah menjabat sebagai wali kelas di SMA. Pernah, suatu hari sepulang kerja ibu saya membawa buku komik. Yang ketika ditanya dari mana adalah hasil sita dari anak muridnya. Komik itu saya baca dan tidak pernah dikembalikan. Meski sekarang juga sudah lama tidak bisa ditemukan.
Dari jenis kegiatannya, tiga unsur korupsi sudah dipenuhi. Ibu saya sebagai wali kelas, menambah kekayaannya sebanyak satu jilid komik yang seharusnya menjadi milik institusi negara yaitu sekolah. Tapi ya yang ibu saya lakukan berdasar hukum. Membawa komik memang melanggar aturan sekolah dan menjadi tugas ibu saya sebagai walikelas untuk melakukan penyitaan. Kendalanya adalah tidak pernah ada penampungan untuk barang-barang sitaan di sekolah. Dan tidak pernah ada yang menanyakan kemana semua barang sitaan itu. Tidak ada instrumen kontrol di sekolah. Karena itu ibu saya tanpa sengaja, ya saya sudah pastikan dulu dengan bertanya kenapa dibawa pulang? , tanpa sengaja membawa komik itu kerumah. Sekolah secara tidak langsung membuat sistem yang mengizinkan terjadinya korupsi.
Hari ini saya bangun lebih pagi dari biasanya, yang masih akan tetap dianggap kesiangan menurut orang banyak. Jam setengah 10. Itu masih lebih pagi dari jam bangun saya yang biasanya. Engga tau kenapa Hari-hari itu jadi hari-hari termalas. Apa lagi sudah tidak ada lagi kewajiban masuk kelas di semester ini. Hanya tinggal penelitian. Ga tinggal juga sih sebenarnya.
Masih panjang perjalanan. Masih banyak yang perlu dikerjakan. Waktunya tetap terbatas. Dan sepanjang minggu itu saya sia-siakan. Sama sekali ga keluar rumah dari hari selasa. Dirumah pun ga melakukan sesuatu yang konstruktif. Masih nulis sedikit skripsi sana sini sih. Tapi ga bisa dibilang signifikan juga.
Kenapa?
ya lagi males aja. Inilah saya kalau lagi malas. Emang selalu ada masa masa malas di tiap semester yang ga bisa dicegah walau ingin. Dan sekarang relapse lagi.
Tapi hari itu pun ingin mencoba untuk berhenti malas. Jadi lah hari itu kekampus. Karena janjian sama temen juga. Tapi mau coba maju aja. Biar bisa maju sidang. Selain ada yang harus diurus juga. Kerjaan dari Dosen tapi non-akademis sih. Jadi siang itu kekampus. Setelah jumatan. Abis jumatan juga masih pake gerah dulu.
Jadi ya hampir sore juga akhirnya baru sampai kampus. Baru mau mulai buka laptop disana, colokannya penuh. Penuh sama orang nyolok. Nyolok laptop juga. Jadi sama aja ga bisa dikalahin. Yaudah jadi duduk aja disitu. Ngobrol sama Jawa. Saya sama jawa satu SMP. terus pas SMP ga kenal jadi baru kenalan di kuliahan. Tapi sama sama tau kalo masing-masing alumni smp yang sama. Jadi pas kenalan " eh lo anak 103 ya?" . aneh emang. Jawa yang aneh bukan saya.
Ceritanya malam itu murid saya sudah pulang. Saya tidak pulang. Pulang kemana? Orang itu rumah saya. Saat itu rumah saya sedang tidak ada orang. ya selain saya, kalau saya masih dianggap orang. Saya teringat harus memasukkan motor kedalam rumah dan mengunci pintu rumah supaya motor bisa dikeluarkan lagi besok. Tapi semilir angin malam yang sejuk, bulan yang pucat seperti malu untuk bersinar terang-terang kali takut dibilang pamer, anak tetangga yang main suling mungkin buat tugas sekolah atau memang punya hobi dan bakat, karena main sulingnya bagus. Semua bikin saya malas untuk turun dari balkon. Jadilah saya tiduran di balkon. Andai pembicaraan bisa dilakukan sendiri maka saya ikhlas jika waktu harus berhenti saat itu. Tapi tidak. maka saya undanglah seorang teman mengobrol.
Halo. Aku adalah laki laki malam, Begitu dia menyebut dirinya. Toh saya sudah tahu siapa dia, tetapi tetap ia sebut namanya sebelum duduk bersila di karpet kecil tempat saya mempersilahkan murid saya duduk selagi saya mengajar. Saya juga yakin dia kenal saya tapi tetap juga saya perkenalkan diri saya. Kemudian hening. kami berdua terdiam.
Saya juga tidak mengerti. Saya membutuhkan teman bicara saat itu. Tetapi ketika dia datang tak satupun pembicaraan yang dibicarakan. Ada sesuatu pada laki-laki malam yang membuat kita tak gampang bicara. Laki-laki malam itu seusia kita, dengan pembawaannya jauh lebih dewasa. Namun nada bicaranya memancarkan ketulusan khas anak-anak.
Habis ngajar apa mas? Lakilaki malam bertanya. Basa-basi. Dia tidak sekolah untuk mengerti kurikulum. Tapi hanya orang jahat yang menolak basa-basi dan saya tidak mau jadi orang jahat. Maka saya jawablah tentang benda langit. Tentang hukum kepler. Tentang Jarak antara benda langit.
Be patient toward all that is unsolved in your heart and try to love the questions themselves, like locked rooms and like books that are now written in a very foreign tongue. Do not now seek the answers, which cannot be given you because you would not be able to live them. And the point is, to live everything. Live the questions now. Perhaps you will then gradually, without noticing it, live along some distant day into the answer.
- Rainer Maria Rilke
It is ok to doubt. because doubt is one of greatest driving force i know.
Diner, was just goofing around when watched the news of Guntur Bumi in National News. This nation has nothing more newsworthy than a bogus paranormal, has it? In this country with rich culture and spiritual beliefs, metaphysical stuff like dukun and black magic can't be left out. Even with the development of technology, those stuff won't be considered primitive. You can count the amount of paranormal-themed product in mainstream media. Tv, website, or even magazine likewise. But never i have a faintest thought that on national news, a scam by paranormal will be a headline. I only think that paranormal stuff like those is reserved for those who ignorant enough to be entertained with it. Like anime or wrestling or dubbed tv series. So what is the difference with this one?
This is the guy who claim he can heal almost all of symptomps and disease. This is the guy who make others beliefs as mockery by saying that he is merely channeling God's will to cure people. This is the guy who make money through the overzealous faith of religion. This is our average dukun, our average scammer.
We can find this kind of dukun in almost every corner of Indonesia. you can try to commute by angkot or kopaja and you can find the advertisement of this kind of practice. You can buy the design-deprived paranormal magazine and see what you can find. So what make this guy special? what make this guy receive exposure on national tv in a primetime news programme?
For the conspiracy-theorist, there is of course issue management theory. But after listened to the explanation of the expert and the debunking of the methods used by Guntur Bumi, i think that because he simply tried to much.
While other dukuns will only use the power of persuasion and word-play to seduce the victims, Guntur Bumi actually used electrical devices in his practice to inflict the sensation of being paranormally healed to his victims. Maybe he mean to do his heist more convincingly. That unlike other average dukuns, his methods is more convincing because of the technology involved. And that unlike other average dukuns technology leave evidences.
The use of technology to give sensation of curing process give away evidences. This evidences unlike usual mind games and verbal seduction is actually can be solid evidence to categorize this scam as an actual crime. And if there are real evidence, real investigation can occur.
Has Guntur Bumi use the usual methods of paranormal scams, maybe these things wont happen. Maybe he will be considered as the average paranormal who make a living by feeding of people ignorance. He wanted to be different. he wanted to be better. he developed more nifty heist, he wanted to be stand out. But sometimes , especially in despicable act, average is better. By wanting to do more, you start your own downfall.
By the way, i dont really despise perdukunan. i am not a bit superstitious. so i don't bothered by those kind of stuff. but i kind of think that people that ignorant enough to believe in dukun deserve to be scammed.
Bukannya ga senang kalau makan malam sama kakak setiap nganter ke kosan. Selalu asik, selalu beda. Tapi komentar mama diperjalanan pulang , meskipun hanya main main. Tiga kata yang ganggu konsentrasi. 3 kata yang bikin lupa nyalain lampu sen. 3 kata yang memekatkan kabut imajiner di benak saya. 3 kata yang menambah beban yang ga perlu. " kamu kapan traktir?"
Seperti kapan pun, saya ga pernah sengaja nyetir ke jurang. Apalagi kalo lagi bawa orang. Tapi gatau. bener-bener cuma karena gatau. mungkin seneng dengan kondisi yang gatau. karena ga ada usaha untuk cari tau.
Enggak, nggak cemburu sama kakak. Kakak saya keren. Kakak saya pekerja keras. Saya adik yang beruntung. Meski ga pernah bilang, selalu nunggu apa akhir pekan kakak pulang. Dan bukan karena mau minta makan.
Tapi dibandingin dari kecil, kakak yang ranking. Saya juga sih. Kakak yang ikut macem macem. Pergi ke SD - SMP yang sama. Ketemu guru yang sama. Tinggal dirumah yang sama. Tetangga yang sama. Bayangan kakak selalu melindungi. Enak kan berlindung dibawah bayangan. Adem dan nyaman. Tapi ketika ada di bawah bayangan terlalu lama, bisa jadi silau ketika liat cahaya. Bisa jadi ga pernah liat cahaya.
Bukan bayangannya yang harus dikecilin. Saya yang harus tumbuh besar. I'm working on it.
Jangan pura-pura ga punya pilihan. Kenapa harus pura-pura? Biar ga merasa bersalah karena mengabaikan pilihan yang lain yang sifatnya baik, bermanfaat, dan bermartabat. Benarkah tidak ada lagi yang bisa dilakukan selain berlutut dan merentangkan tangan kemudian minta diangkat Tuhan? Atau ada satu hal sulit yang bisa jadi jalan keluar tapi terlalu berat untuk dilaksanakan. Lalu lagi, bermain korban memang menyenangkan. Tapi menguras empati.
Mungkin kurang makan, mungkin juga kesalnya sungguh-sungguh. Bukan kesal karena harus melakukan macam-macam. Tapi kesal karena tidak merasa tergerak harus melakukan yang macam-macam. yang kayak gini kan seharusnya semua orang butuh. semua orang bisa. Masa depan sendiri kok. tapi perasaan butuhnya ga pernah datang. kesalnya bukan jadinya harus melakukan yang ga diinginkan. tapi kenapa ga ingin yang sama kayak orang-orang. Padahal kalau ingin semuanya mudah. Punya semuanya buat bikin itu semua mudah kok. Tapi saat ini cuma ingin cookie run dan dota.
Ah sama ingin ketemu raisa. Jelas.
Udah ga pantas ya kayak gini? emang yang kayak gini ga pernah pantas kok. Gimana mau dianggep serius.
“tidak ada yang perlu dimaafkan”
kata perpisahan awan ketika ditinggal titik hujan. Karena memang pada laut lah
butiran air seharusnya bermuara. “Tapi kaulah yang memberikan aku wujud dan
mengkondensasikanku dari uap. Sewajarnya aku tetap tinggal”. Tapi gravitasi
membawanya pergi.
“Maka buatlah kehadiranmu
bermanfaat. Itu akan cukup memaknai pertemuan kita.”
Dan dengan berat hati air hujan
jatuh ke bumi. Sulit dikatakan apakah air menangis karena tangisan pun adalah
air. Hawanya menyejukkan kegerahan. Mengisi celah retakan dan menghilangkan
kekeringan. Mengentaskan dahaga mereka yang kehausan. Alirannya tak kaku dan
menempati segala ruang. Dalam perjalannya ia menyentuh benih-benih di tepian,
memberikan hehidupan.
Perjalannya berakhir di lautan tanpa sudut. Ketika mengenang perjalanannya “Dan tiada perpisahan yang sia sia” batin butiran
air. Hingga Matahari mengizinkan mereka bergandengan kembali.
Semua orang suka olahraga. Bukan
hanya untuk menjaga kebugaran jasmani, tapi juga merawat rohani dengan
berkompetisi. Berkompetisi itu baik. Makanan apa yang lebih sehat untuk ego
kita selain perasaan superior kemenangan ketika habis berkompetisi? Setiap Olahraga
punya daya tariknya masing-masing. Baik itu olahraga laki-laki dengan kontak
penuh seperti sepakbola, american
football , Bola Basket, Gulat Professional, Hoki, atau olahraga bohongan
macam badminton, tennis, golf, atau catur. Para nerd pun punya olahraganya
sendiri seiring dengan berkembangnya sceneE-sport saat ini. CS-GO. HON, DoTA,
bahkan flappy bird berkembang menjadi kompetisi yang dirayakan.
Jadi bagi yang belum mempunyai
hobi untuk berolahraga, pilih satu sekarang. Percayalah itu akan meningkatkan
kesempatan anda untuk menaiki tangga pergaulan sosial. Karena apa lagi yang
lebih keren daripada citra sebagai seorang yang Sporty yang melekat di diri anda ketika anda me-live tweet sebuah
kompetisi sepakbola dengan passion seperti
supporter asli ketika anda menyaksikannya sambil tiduran dirumah? Atau apa yang
lebih nasionalis dibanding membangga-banggakan kontingen Indonesia di Open-open
itu meski anda harus bolos upacara?
Bagi penulis, yang sudah
mengamati dan mengomentari olahraga sejak mengamati dan mengomentari belum
keren, terkadang rasa jemu muncul. Dimulai dari mengenal satu olahraga,
kemudian mengerti aturannya dan memiliki jagoan tim favorit yang populer,
menjadi hipster dan mencari pahlawan yang kurang dirayakan, kemudian menyadari bahwa
itu semua masih membosankan. Ada harga yang harus dibayar ketika terlalu sering
mengamati dan mengomentari. Anda menjadi terlalu kenal dan semua jadi mudah
diprediksi. Olahraga tersebut mulai jadi membosankan. Lalu apa yang harus kita lakukan saat itu semua
terjadi? Haruskah kita berhenti mempunyai hobi?
Penulis punya jawabannya: Mari
berjudi.
Judi dalam olahraga, bertujuan
untuk meningkatkan gairah menyimak olahraga dan juga menyediakan platform bagi
para orang biasa yang gagal menjadi
atlet untuk berkompetisi. Well, if you
can’t brag what you won on the field, brag about the cash you won even if you
aren’t on the field. Anda mempunyai
kekuatan untuk memiliki pendapatan dari usaha orang. It’s so pimp brah.
Ada 3 sikap dalam berjudi. Ektrim
kanan, Moderat, dan ekstrim kiri.
Ekstrim kanan adalah Machiavelli dalam berjudi. The ends justify the means. Mereka berjudi berorientasikan hasil
bukan prosesnya. Maka muncullah berbagai skandal pengaturan skor dan skandal
judi yang harus kita perangi karena menodai sportifitas olahraga yang kita
cintai.
Kaum Ekstrim kiri adalah kaum
anti berjudi. Menganggap berjudi adalah haram. Berjudi itu mencari rezeki
dengan menebak sementara merancang pasar baru dalam pembuatan suatu produk
adalah teknik menganalisis.
Sementara adalah kaum moderat
yang menggenggam hidup. Kaum carpe diem. Kaum yang berjudi karena ingin. Dan
mampu berhenti kala harus. Kaum penggiat olahraga yang mulai bosan dan ingin
menyuntikkan gairah kedalam hobi yang dicintainya. Dan untuk merekalah penulis
berbicara.
Berjudi kadang memang nagih
ketika menang, namun bikin sedih ketika kalah. Sedih yang membuat kita
penasaran sehingga ingin mencoba lagi. Ya nagih juga intinya. Lalu bagaimana
cara berjudi yang benar? Supaya tidak berakhir seperti video DEP diatas. Ini adalah pro betting tips buat kalian para amatir
judi.
a) Judilah secukupnya
ingat, berjudi itu pangkal
kemiskinan. Itu kalau kalah terus menerus dengan mempertaruhkan seluruh harta
untuk kehidupan lewat berjudi. Maka jadi moderatlah dalam berjudi. Judi
secukupnya. Jangan taruh beasiswa universitas anda untuk berjudi. Jangan. Ingat
cerita fans arsenal di afrika yang jadi homeless ketika Arsenal kalah melawan
United? Itu berlebihan. Masih untung fans Arsenal ini yang kalah. Kalau
sebaliknya akan jadi lebih heboh beritanya Karena fans united mempertaruhkan
istrinya.
Berjudilah hanya untuk
meningkatkan gairah, bukan untuk mencari penghidupan. Maka anda akan aman.
Alokasikan harta anda perbulannya yang diperuntukkan untuk berjudi. Jika dana
tersebut sudah habis dikarenakkan kalah yang beruntun, percayalah bahwa anda
adalah orang bernasib buruk yang tidak cocok untuk berjudi. Jangan paksakan
takdir. Cari cara lain untuk kaya. Ikut seminar sukses atau MLM misalnya.
b) berjudilah melawan tim
kesayangan anda
Apa yang lebih menyenangkan
dibanding melihat tim kesayangan menang? Kebanggaan yang dirasakan ketika tim
yang merchnya anda pakai kemana-mana mengangkat piala. Bragging rights yang dimiliki untuk membuat kawan anda inferior
terhadap sesuatu yang bukan anda yang lakukan. Dada yang bidang dan langkah yang
lebar di hari senin ketika semua orang menghormati anda sebagai penonton yang
menang. Jawabnya tentu : uang. Yang banyak.
Jadi, bertaruhlah melawan tim
kesayangan anda. Paling tidak ketika anda kalah, anda mendapat kompensasi
berupa uang. Dan ketika anda menang, anggaplah itu sebuah harga yang harus anda
bayar. Kalau anda benar mencintai tim anda, sedikit harta tentu bukan masalah
bukan selama tim anda menang? Lagipula hal itu bisa menjadi salah satu pengganti
perasaan berkontribusi nyata anda untuk tim kesayangan. Apalagi kalau merch yang anda miliki itu KW Thailand
sehingga tidak masuk ke pundi-pundi tim.
Dan hey, fans united. Anda bisa
kaya!
c) Beretikalah dalam berjudi!
Pilih pilih lah arena berjudi
anda.
Judi sepakbola? Cool. Judi olahraga lain? Awesome. Judi Capres? Bukan Masalah.
Judi siapa muadzin di mesjid siang ini? Err.. Judi siapa teman anda yang akan
putus cinta duluan? Jangan pernah.
Bro, gue Putus....
YES!! ... eh maksud gue, jeez. But,
YES!!
d) Sisihkan sebagian hasil
kemenangan anda untuk beramal
Imej perjudian sebagai sesuatu
yang merusak moral bangsa dan patut diberantas memang kadang menjadi halangan
bagi nurani kita ketika ingin berjudi. Untuk membersihkannya, sisihkanlah
sebagian kemenangan anda pada mereka yang membutuhkan. Ingat ada hak mereka di
harta yang kita dapatkan. 2,5 % cukup.
Jika anda menang besar, sisihkan
lah lebih banyak. Citra anda terangkat dikalangan musuh judi anda dan juga di
hadapan Dewan Kehormatan Masjid. United menang, Tetangga kenyang. Semua Senang.
e) Shut that conscience
Lakukan apapun untuk membuat hati
kecil anda tenang dalam berjudi. Jika berjudi dengan uang membuat anda merasa
berdosa pertaruhkan lah hal-hal lain. Traktiran makan siang misalnya. Dan
andaipun anda menang, anggaplah traktiran itu sebagai kegiatan pengakraban yang
mempererat tali silahturahmi. Pertaruhkan lah hal-hal yang positif. Misal,
kalau anda kalah anda akan memberi makan 10 fakir. Ingat, anda bertaruh untuk
sensasi ketegangannya. Bukan untuk uangnya. Jangan jadikan judi sebagai sumber
pemasukan. Itu bukan pilihan karir yang sustainable.
Hujan ketika harusnya nggak. Lagipula waktu. Dan bukan kita semua bertekuk lutut dibuatnya? Maret hampir berakhir ketika belum pernah dimulai. Arjuna Merah masih jadi yang paling berharga. Dan 5 orang itu patut dipertukarkan dengan tangan kaki sendiri. Bisa begini dibuatnya, siapa yang kira?
Saya dibuat takut oleh masa depan. Apa itu, sok-sok latah cari kerjaan. Sudah berangkatnya kehujanan. Ujiannya sih gampang. Tapi buat apa beli payung. Ramalan cuaca bilang mendungnya masih tahun-tahun depan kok. tapi di kereta jakarta kota-depok sudah hujan.
Saya sedang menikmati makan siang
yang terlambat hari ini sambil seperti biasanya, mencerdasakan diri dengan
menyimak kejadian yang terjadi di pelosok dunia melalui media sosial ketika
sebuah pesan dari layanan pesan kilat datang. Itu adalah ayah saya yang sedang
dinas diluar kota mengirimkan foto dirinya yang sedang berada di tempat wisata didaerah
itu. Kemudian belum terbalas pesan itu tersebut datang lagi pesan yang lain. Dari
seorang teman yang berada di dufan. Dan yang dikirimkan adalah foto-fotonya
sedang menikmati berbagai wahana disana. How
fancy are social media?
Dalam dunia modern dimana batasan
jarak diperkosa, informasi menjadi sebuah aset yang berharga. Dan kita,
dengan segala sumber daya yang dimiliki, berhak dan berkeinginan untuk menggali
aset itu sebanyak-banyaknya. Murahnya gadget
dan ongkos jasa yang harus dibayar hanya mendukung berkembangnya tren ini.
It is kind of weird to see the
recruitment of SBE Deputy and staff this recent days on @sbeuisc as i never
remembered to discuss about that with my board member. Then i remember that it
is not up to me anymore. My time as the president of SBE UISC is up. And for
what it worth, it was worthwile.
In all honesty it was never my
plan to become the president of SBE UISC. I had this certain event that i
wanted to organize since i learnt how to organize. Kind of you don’t say
statement since SBE UISC was not even existed until my sophomore year. How can
you plan for something that not yet existed? But despite the establishment of
SBE, my response was lukewarm. Sure SBE, a core-competency-based community was
a welcoming presence in oil&gas-heavy specialization of Chemical
engineering Department something that i never gave a sniff about. It gave an
access of knowledge and information that would be beneficial. But never in my
faintest dream i would be involved this much.
I was approached by Ka Pijar, a
senior i knew only by the name back then, a senior that grew into one of the
people i respect the most in school, to become the vice-president for the
newly-assembled board. I wasn’t sure why of all people it was me that asked to
take the responsibility as great as vice-president. Guess the lack of human
resources which had no shame to hold such position with the exception of myself
:p After explained and inquired that my one big goal was still that particular
comittee and i would be understood to allocate some of my time to prepare for
it in the middle of the tenure, which was given by ka Pijar, i was agree to be
the vice-president.
And so it went. The small team of
SBE Board of Director 2012, team that consisted of 10 people: Ka pijar, myself,
bagas, ka ipi, ka asa, dinda, bundo, asep, felita, and nissa. We were the first
board who had full tenure of SBE UISC stewardship. We had no idea which way to
go. Any obstacle, any hardship, in all of our inexperience we figured it out with
the guidance of the SBE founders. Being a member of that small team, in a
position which had no definite job description allowed me to oversaw things that
gave me perspectives. The perspective of each division obstacles, of
member-community relationship, of legal view and leverage we had as community,
of the goal and vision of this community, of weakness and uncertainty as a new
organization. And in my responsibility as the vice-president i could, i needed
to be able to make decision whenever the more senior board member unavailable
due to their more demanding academical obligation. But once again thats more
because my undefined job description so i had more free time than other board
members :p.
Ketika
membaca berita menyoal Mourinho yang membandingkan Chelsea sebagai kuda kecil
dibanding dengan Mobil Jaguar yang adalah Manchester City ketika Chelsea
berhasil menang di Etihad medio pekan lalu, saya hanya sedikit terkesan dengan mind games Mourinho yang memang dalam
kurun waktu dua tahun ini makin lihai dalam media
handling, jauh lebih baik dibanding capres konvensi demokrat dengan segala publicity stuntnya. Ketika kemudian
Pellegrini menggigit balik dengan mengatakan Chelsea sebagai klub dengan
pengeluaran tertinggi dalam tahun terakhir, respon Mourinho tetap dengan Charm nya yang unik dan istimewa
mengatakan bahwa Model Chelsea adalah model yang sustainable. Ini berita
lengkapnya :
Mungkin
apa yang terjadi memang hanya banter biasa antara dua rival menuju tahta Liga
Primer Inggris yang prestisius. Tapi tidak seperti mind games biasanya yang penuh bumbu, yang mengerikan adalah :
Mourinho Benar.
Jadi beginilah adanya. Besok adalah hari pertama semester 8, yang semoga menjadi semester terakhir saya berkuliah di UI. Terlalu banyak yang sudah dilalui untuk dikilas balikkan dalam satu kesempatan. Beberapa jadi pengalaman berharga yang mengajarkan berbagai hal, beberapa menjadi hal biasa yang memberikan kesempatan untuk pengalaman lainnya menjadi berharga.
Sebenarnya saya sudah 3 kali mengalami wisuda. Berganti instansi pendidikan. Tapi selama perkuliahan ini. Rasanya saya benar-benar mengalami metamorfosa. Dan setelah perkuliahan ini, saya benar-benar pertama kali dihadapi pilihan. Selama ini sebelum berkuliah rasanya hidup saya sistematis. Menjadi sistematis dengan mengorbankan pilihan. Ketika sekolah tidak ada pilihan lain selain bangun jam 5 pagi dan pulang pada jam pulang sekolah. Setamat SD tidak ada pilihan lain selain masuk SMP. Lulus SMP Masuk SMA. Lulus SMA masuk universitas. Tidak ada pilihan lain selain pakai seragam yang berkesesuaian dengan hari. Kemudian, saya diperkenalkan pada ketiadaan keteraturan.
Haruskah ditinggal pergi jika akhirnya sendiri. Tahun-tahun menali rasa itu pun meninggalkan rahasia. Ada yang bilang, cukup malam ini kita jangan sembunyi. tapi yang begitu itu buat apa dibagi.
Sebenarnya aku masih harap kita bisa ketemu lagi, sekarang atau kapan-kapan pun boleh jadi. Tapi jikalau itu jadi malam terakhir kita sama-sama duduk menghampar sampai kapanpun aku tetap senang. Karena pengalaman itu sifatnya pribadi.
Jikalah banjir di Jakarta merupakan adzab dari maksiat yang terjadi pada penghujung bulan desember, dari sebuah pesta besar yang bertujuan untuk mengajak rakyat melupakan keluh kesah, dan dengan dana dari sponsor pula sehingga tidak menghabiskan uang negara, maka bukankah Maha Pemberi Adzab mampu memberi sebentukan yang lebih selektif. Tidak semua dilanda banjir sekarang hadir pada pesta tersebut. Dan tidak semua yang hadir terkena banjir.
Jikalah perpres Nomer 74 Tahun 2013 merupakan legalisasi hal yang harusnya dilarang, bukankah kalian bisa berdiri dibawah payung hukum yang lain? Karena peraturan perundang-undangan dibuat bukan untuk memayungi satu golongan. Dan karena pembuatan peraturan perundang-undangan tidak lebih mementingkan pihak manapun. Kalau dilarang ya jangan. Tapi perspektif hukum bukan hanya aspek legal formal tapi ada aspek kemanfaatan. Ya meskipun itu memang hukum yang dibuat manusia. Persatuan dalam iman adalah teokrasi. Apa yang terjadi di mesir bisa jadi bahan perbandingan.
Absen menulis lagi setelah sekian lamaaa.. sebenarnya tulisan ini pun tidak dimaksudkan. Apa daya, Internet lagi kurang bersahabat, DOtA pun terputus. Liburan pseudo ini dengan cepat membuat ritme. padahal kalau sedang kuliah rasanya sulit meritmekan keseharian. Saya bangun kesiangan, ke kampus, bimbingan, pulang, kalau tidak sedang browsing-browsing ya main dengan keluarga, lalu malamnya dota sampai pagi. seperti pagi ini pada harusnya yang tapi nyatanya tidak. Tapi agak bosan juga jadinya melakukan sesuatu berulang-ulang.
Pada entri sebelumnya saya sudah cerita tentang bagaimana saya harus membuat ulang proposal penelitian skripsi dikarenakan ada pergantian tema. Dan sekarang sih sejauh ini sedang berjalan maju. lambat, tapi tetap maju. Sudah 3 siang di minggu ini saya habiskan di ruangan dosen pembimbing untuk mengejar capaian-capaian. Dosen pembimbing saya memang tidak ortodoks, tapi baik. Jika umumnya landasan suatu penelitian adalah dikarenakan sebuah hipotesis yang ingin dibuktikan lalu merancang penelitian, karena keterbatasan waktu tahap yang saya lakukan adalah mencari hipotesis yang tepat untuk suatu rancangan penelitian. Tapi tetap bisa dinikmati kok proses pembelajarannya. apalagi tema yang diangkat adalah sesuatu yang belum saya pelajari secara mendalam di kuliah. memang jadi harus belajar dari awal lagi, tapi belajar terkadang bisa jadi menyenangkan. Intinya penelitian saya adalah membuat suatu kompeks lantanida atau logam tanah jarang dengan metode yang lebih cepat dari umum kemudian menguji karakteristik persenyawaan tersebut secara struktural bahkan sampai aktivitas anti mikrobialnya. Sounds douche ya? Tema itu sangat organo-metallik, sesuatu yang belum pernah saya pelajari secara mendalam. Tapi seminggu menyelami topik itu, terasa jauh lebih ramah dibanding topik sebelumnya. Baiklah tentang penelitiannya seperti apa mungkin akan dijelaskan di waktu lain.
Saat sedang browsing-browsing di waktu pseudo-liburan ini saya tiba-tiba berniat membuat katalog buku-buku yang ada di rumah saya. Karena ada 4 ruangan tempat menyimpan buku terkadang suka ada yang terlewat jika mencari suatu buku. Atau kadang-kadang anggota keluarga membeli buku yang sebenarnya sudah ada. Dan lagi pula akan lebih mudah mencarinya jika butuh informasi tentang suatu topik jika ada katalog judul yang bisa ditelusuri. Dimulailah pendataan virtual buku-buku yang ada dirumah. Baru sampai rak yang ada di koridor kamar saya, saya menemukan buku lama berkover keras dan berwarna cerah cantik. Itu adalah buku Animal Farm karya Orwell. Salah satu buku yang ada dua cetak di rumah saya, tapi yang satu itu saya beli karena tersedia dalam bahasa Inggris dengan harga lebih murah dari satu paket makan di restoran cepat saji sementara jilid satunya adalah buku berkertas kekuningan dan berbau apek peninggalan kuliah ayah saya. Saya pertama baca buku itu kelas 3 SD. Dengan karakter binatang-binatang dan alur yang menarik buku itu menjerat imajinasi saya masa kecil sebagai buku fabel, dan anak kecil tidaklah ambisius dalam membaca. Tujuan saya membaca hanya menunggu Ibu saya pulang kerja dan membuka pintu ke dalam ruang utama di rumah. (Saya sampai kelas 5 SD hanya punya akses hingga ruang baca yang adanya dekat gudang, supaya lebih aman katanya, tidak merujuk saya atau rumah yang diamankan). Sekarang 14 tahun berselang, saya membaca kembali fabel sederhana itu.
suatu sore yang santai di kampus, berhadapan dengan laptop, berdampingan dengan kawan, bertiara teduh matahari sore. mahasiswa tingkat akhir. terasa begitu khidmat dan syahdu. saya sedang cari bahan untuk revisi proposal penelitian yang berhasil dipertahankan 4 hari sebelumnya. ya kalau berhasil dipertahankan berarti ga ada revisi dong ya? ya tapi kadang butuh penyesuaian untuk bisa bertahan. wah filosofis sekali.
tapi tiba2 dipanggil dosbing. waduh. ada apa ini. saya mencium aroma kegetiran. jam 5 sore, ketika orang-orang udah pada pulang saya dipanggil dosbing. ga besok. hari itu juga. yasudah, naiklah saya menghadap ke ruangan.